REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pemerintah Filipina telah melarang warganya untuk memasuki dan bekerja di Suriah setelah pemberontakan terhadap pemerintahan Presiden Bashar al-Assad pecah 10 bulan lalu. Meski sudah dilarang, pemerintah Filipina mengatakan, masih banyak warganya yang terus masuk dan enggan meninggalkan Suriah.
Setiap bulannya diperkirakan 100 warga Filipina hijrah ke Suriah untuk mengadu nasib. Mereka, disebut oleh pemerintah, termakan rayuan manis para penyalur tenaga kerja untuk dijadikan pembantu rumah tangga dengan gaji tinggi serta jaminan keamanan.
"Mereka direkrut secara ilegal. Mereka adalah orang-orang yang mudah tertipu omongan manis para perekrut meskipun pemerintah telah berkali-kali memberi peringatan," kata juru bicara Depertemen Perburuhan Nicon Fameronag. "Mereka bergabung dengan hampir 7.000 orang Filipina yang sudah ada di sana, berdasarkan pendaftaran pada kedutaan Filipina," tambahnya.
Orang-orang Filipina sebagian besar memasuki Suriah melalui perbatasan maritim negara ke Malaysia dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Timur Tengah. Lebih dari 1.500 warga Filipina telah mengindahkan perintah pemerintah untuk kembali ke tanah air dengan alasan tidak ingin kehilangan pekerjaan mereka di Suriah.
"Kami menduga bahwa ada perekrut tenaga kerja ke Suriah secara diam-diam," tambahnya.
Mirip dengan yang terjadi di Indonesia, warga Filipina banyak yang lebih memilih berada di luar negeri, di sektor ketrampilan rendah seperti pembantu rumah tangga dan pelaut. Mereka beralasan, gaji yang diterima jauh lebih tinggi dari yang didapat di negaranya.