Rabu 20 Jun 2012 18:50 WIB

Sosiolog: Penggunaan Cadar Oleh Tersangka Korupsi Pendiskreditan Agama

Rep: Yulianingsih/ Red: Heri Ruslan
Afriyani Susanti (kanan) berjalan menuju lokasi tes kejiwaan di Direktorat Reserse Narkoba, Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Afriyani Susanti (kanan) berjalan menuju lokasi tes kejiwaan di Direktorat Reserse Narkoba, Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sudjito membenarkan jika penggunaan simbol agama, seperti jilbab dan cadar oleh tersangka korupsi saat pengadilan merupakan bentuk pendiskreditan agama Islam.

Hal itu menurutnya dilakukan para tersangka sebagai upaya untuk membentengi diri dari anggapan publik tentang mereka.

"Benar memang itu pendiskreditan agama, tetapi itu tidak menguntungkan sebenarnya bagi mereka. Mereka berupa membangun imej di depan publik bahwa mereka tidak seburuk yang dibayangkan publik," terangnya saat dihubungi Republika, Rabu (20/6).

Menurut kacamata sosiologi kata dia, penggunaan simbol agama oleh para tersangka korupsi itu bukan sebuah gejala teologi tetapi lebih pada upaya politik hukum. Apalagi simbol-simbol yang mereka kenakan saat persidangan tersebut sebelumnya tidak dikenakan pada kesehariannya.

Namun begitu kata dia, itu wilayah pribadi para tersangka korupsi sendiri. Masyarakat tidak bisa melarang mereka mengenakan pakaian semacam itu. Hanya saja kata dia, idealnya hakim dan jaksa tidak terpengaruh oleh simbol-simbol yang digunakan tersangka korupsi tersebut di pengadilan.

"Hakim dan jaksa termasuk KPK punya ukuran tersendiri. Idealnya itu tidak mempengaruhi keputusan. Karena muara dari proses persidangan ini adalah keputusan itu," tegasnya.

Diakuinya, publik Indonesia sudah cukup cerdas menilai orang termasuk tersangka korupsi. Publik kata dia, tidak akan terkecoh oleh simbol-simbol keagamaan yang diperlihatkan para koruptor tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement