Kamis 21 Jun 2012 03:00 WIB

Perkembangan Sepakbola (IX) Kegagalan Tiki-taka di AS Roma

Rep: teguh setiawan/ Red: M Irwan Ariefyanto
Pablo Daniel Osvaldo, bomber AS Roma, mendapat pelukan selebrasi dari rekan setimnya usai menjebol jala Parma di laga Seri A Italia.
Foto: AP/Marco Vasini
Pablo Daniel Osvaldo, bomber AS Roma, mendapat pelukan selebrasi dari rekan setimnya usai menjebol jala Parma di laga Seri A Italia.

REPUBLIKA.CO.ID,Keputusan Luis Enrique memboyong Fernando Gago dan Miralem Pjanic memperlihatkan sang pelatih menginginkan pemain tengah berkualitas teknik mumpuni, sabar, dan andal mendistribusikan bola dari lini tengah ke depan. Namun, Luis Enrique selalu kesulitan menentukan trio lapangan tengah, karena kerap menghadapi masalah cedera dan ketidakkonsistenan.

Ia juga kerap menghadapi masalah belum adanya kohesi dan pemahaman pemain akan posisi masing masing. Jika David Pizarro fit, Luis Enrique menggunakan pemain Cile ini tidak ubahnya Pep Guardiola mempekerjakan Xavi di Barcelona. Namun Piazarro gampang cedera.

Meski demikian Roma masih menempati urutan ketiga dalam daftar tim dengan penguasaan bola terbaik, ya itu 58 persen, hanya sedikit di ba wah Milan dan Juventus. Ini awal yang baik bagi Luis Enrique, karena dasar-dasar tiki-taka relatif telah dipahami pemainnya.

Penetrasi

Tidak ada jaminan sebuah tim yang mampu menguasai lini tengah memiliki kemampuan penetrasi ke jantung pertahanan lawan. Roma mengalaminya. Buktinya, Roma – jika dihitung rata-rata – hanya delapan kali mendapat kesempatan menembak ke gawang lawan di setiap pertandingan.

Luis Enrique memiliki banyak pemain tengah kreatif. Ia kerap memainkan formasi 4-3-1-2, bisa pula disebut 4-3-3 dengan satu penyerang dari tengah, seperti yang digunakan Barcelona. Namun, Luis Enrique lupa Roma tidak memiliki pemain sekelas Lionel Messi.

Akibatnya, Pjanic hanya mendapatkan enam assist sepanjang satu musim di Serie A Italia. Asis Pjanic juga sangat rendah. Sedangkan Bojan Krkic hanya sekali memperlihatkan kreativitas terbaiknya, yaitu saat melawan Novara. Aliran bola dari lini tengah ke depan menjadi sangat minim ketika Luis Enrique memainkan Francesco Totti.

Pergerakan

Laga melawan Juventus di pekan terakhir musim lalu mungkin bisa menjadi contoh betapa minimnya pergerakan pemain, saat Roma kehilangan bola dan lawan melakukan serangan balik. Luis Enrique memulai laga dengan menempatkan Pjanic di tengah, Erik Lamela di kanan, dan Totti di habitatnya.

Yang terjadi adalah semua pemain berkonsentrasi ke penyerangan, dan tidak ada yang mundur ke belakang ketika kehilangan bola, dan mencoba membantu pertahanan. Padahal, bagian terpenting permainan tiki-taka adalah kohesi gerakan, ketika seorang pemain masuk ke jantung pertahanan lawan, yang lain harus keluar.

Atau saat pemain tengah, atau depan mundur ke belakang membantu penyerangan, pemain belakang harus siap berlari ke depan saat salah satu rekannya memperoleh bola. Tiki-taka adalah mazhab yang dibangun dengan dasar total football, setiap pemain harus bisa menyerang dan bertahan, serta bermain di semua posisi.

Pressing

Hasil seri melawan Juventus memperlihatkan betapa orang menghormati hasil kerja Luis Enrique. Sifat permainan yang dikembangkan Luis Enrique terlihat dalam laga ini. Ia mengoperasikan dua penyerang; Pablo Osvaldo dan Bojan Krkic, sebagai pemain sayap, yang memungkinkan Roma bisa menekan Juventus.

Juventus mengantisipasi situasi dengan menjauhkan penyerang Roma dari kotak penalti, tapi tidak pernah bisa keluar dari tekanan. Cara yang sama diperlihatkan Roma ketika menghadapi Lecce, dan skuad Luis Enrique melakukannya dengan lebih baik.  Luis Enrique coba menganalisa. Ia sampai pada kesimpulan pemain Roma tidak memiliki fisik yang cukup bagus untuk bermain menekan di setiap pertandingan.

Nyaman di Belakang

Di Barcelona, Pep Guardiola memiliki Gerard Pique sebagai pe main yang mampu mengelola dan me mainkan bola dengan baik. Di Roma, Luis Enrique harus mencari pe main dengan kemampuan sama.

Simon Kjaer yang paling berbakat, tapi telah melewati form terbaiknya. Nicolas Burdisso cedera. Gabriel Heinze piawai bermain di jantung pertahanan, tapi bukan pengelola yang baik. Pilihan Luis Enrique jatuh pada Daniel de Rossi, dan berhasil.

Full-back Menyerang

Jose Angel bermain mengesankan sebagai left-back, sehingga terlihat bukan lagi pemain belakang. Angel tidak ubahnya Daniel Alves di Barcelona. Di right-back, Luis Enrique silih berganti menggunakan Marco Cassetti, Alesandro Rosi dan Cicinho.

Ia juga terkadang menginstruksikan Simone Perrotta dan Rodrigo Taddei bermain di posisi ini, tapi tidak ada yang benar-benar cocok. Me reka hampir selalu keenakan ‘ngendon’ di belakang, ketimbang membantu serangan.

Peran Busquets

De Rossi yang layak memainkan peran ini, tapi Luis Enrique telah terlanjur mendorongnya lebih ke bela kang. Ketika laga melawan Juventus, Luis Enrique mencoba memainkan Federico Viviani di posisi ini, dan berhasil.

Luis Enrique yakin Viviani akan bisa bermain seperti Sergio Busquets di Barcelona. Viviani sangat tenang, dan terlihat nyaman saat melepas bola ke depan, atau mengamankan serangan.

Penyerang Melebar

Osvaldo layak bermain di posisi ini, tapi dia tipe central striker alami. Luis Enrique telah mencobanya, dan Osvaldo merasa tidak nyaman. Bojan Krkic mengenal sistem bermain ini lebih baik, tapi mantan anak didik Pep Guardiola di La Masia itu kesulitan beradaptasi dengan sepakbola Italia. Lamela sangat berbakat, tapi juga tidak cocok menjadi penyerang yang bermain melebar. Fabio Borini adalah satu-satunya pilihan. Ia bisa bergerak melebar, tapi tidak cukup bagus.

Peran Messi

Tidak ada yang bisa bermain seperti Messi. Luis Enrique juga tidak bisa menginstruksikan siapa pun bermain seperti pemain asal Argentina ini, termasuk Totti.

Pjanic yang lebih bisa memainkan peran ini, tapi harus lebih sering memiliki keberanian menusuk dari lini tengah untuk membuka ruang di pertahanan lawan. Di Barcelona, Messi juga tidak bisa bekerja sendiri, dan akan selalu mengandalkan Iniesta. Pjanic juga membutuhkan pemain lain yang memiliki kemampuan menerobos pertahanan lawan.

Bukan Pesulap

Salah satu kunci sukses Barcelona memainkan tiki-taka adalah mereka menggunakan pemain hasil bentukan sendiri. Barca tidak menghasilkan pemain seperti Xavi, Iniesta, Busquets, atau Messi, dalam satu bulan, tapi satu dekade.

Totti, Leandro Greco, dan Daniel De Rossi, adalah gemblengan Roma. Mereka terlatih bermain sepakbola khas Italia. Viviani, menggunakan ka limat Sabatini, belum terkontaminasi. Sehingga, Viviani relatif bisa menjalankan peran yang diinstruksikan Luis Enrique di pertandingan sesungguhnya.

Pada akhirnya, Luis Enrique memang harus memainkan pemain yang diinginkan, bukan yang telah tersedia. Ia mengunakan cara Marcelo Biel sa, yang lebih suka memainkan pemain muda. Pemain muda, menurut Bielsa, selalu ingin belajar. Pemain tua cenderung arogan dengan apa yang telah dimilikinya.

Ketika Luis Enrique harus meninggalkan Roma, Sabatini dan Bal dini akhirnya sadar betaka tiki-taka bukan metode yang bisa mengubah Giallorossi menjadi tim hebat dalam waktu singkat. Tiki-taka adalah sebuah proyek jangka panjang, dan budaya sepakbola Italia tidak mengenal semua itu.Luis Enrique datang untuk menerapkan dasar-dasar tiki-taka, bukan sebagai pesulap.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement