Rabu 20 Jun 2012 21:16 WIB

Hukum Pembuktian Terbalik (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Pembuktian terbalik (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pembuktian terbalik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Lantas, bagaimana dengan pandangan Islam? Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dikutip dari Fatwa Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VIII MUI, pada kasus hukum tertentu, seperti kasus penggelapan, korupsi, dan pencucian uang, penerapan asas pembuktian terbalik hukumnya boleh jika ditemukan indikasi tindak pidana.

Sehingga, pembuktian atas ketidakbenaran tuduhan dibebankan kepada terdakwa.

Meskipun demikian, ditegaskan juga dalam fatwa ini pada dasarnya seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah sampai adanya pengakuan (iqrar) atau bukti-bukti lain yang menunjukkan seseorang tersebut bersalah, sejalan dengan asas praduga tak bersalah.

Sedangkan, kewajiban pembuktian sebenarnya dibebankan pada penyidik dan penuntut.