Sabtu 23 Jun 2012 13:39 WIB

Politik Balas Budi Picu Wabah Korupsi di DPR

Rep: Ira Sasmita/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Korupsi (ilustrasi).
Foto: luwuraya.com
Korupsi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perilaku balas budi politik adalah pemicu maraknya korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Badan legislatif tersebut dijadikan lahan untuk membayar pengorbanan yang telah mereka lakukan sebelum terpilih dan mendapatkan kursi di sana.

"Calon legislatif mendanai kampanye dengan dana pribadi, dan tentu saja dari partai politik. Kemudian dari kelompok tertentu seperti pengusaha. Sehingga ketika sudah mendapatkan kekuasaan, anggota legislatif menjadikannya sebagai kesempatan untuk balik modal, yang akhirnya berujung pada korupsi," ujar pengamat politik, Ray Rangkuti, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6).

Calon legislatif, dipastikan Ray, akan menemui masalah dalam pendanaan kampanyenya. Sebab, caleg memiliki kewajiban untuk mendanai keluarga, partai politik, dan aktifitas politiknya.

Dukungan kelompok tertentu, seperti pengusaha, menjadi solusi favorit yang kerap dipilih caleg. Alhasil, aksioma "There is no such a free lunch in politics", melahirkan budaya politik balas budi.

"Dana kampanye yang biasanya mencapai angka miliaran harus dikembalikan jika kursi sudah diperoleh. Tidak cukup dengan kebijakan yang berpihak pada pengusaha saja, mau tidak mau, korupsi jadi opsi tak terhindarkan," kata Direktur Lingkar Madani ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement