REPUBLIKA.CO.ID, Pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mempertimbangkan azas efisiensi dan manfaat.
Pembangunan gedung baru KPK sah-sah saja sepanjang bisa meningkatkan kinerja lembaga adhock tersebut.
“Kalau memang kebutuhan yang mendesak sebaiknya DPR menyetujui,” kata anggota Komisi III Fraksi Hanura, Syarifudin Sudding saat dihubungi Republika, Minggu (24/6).
Sudding mengatakan, efektivitas kerja KPK harus menjadi pertimbangan. Mustahil KPK bisa melaksanakan tugas secara baik bila sarana dan prasarananya tidak memadai. Saat ini masih terjadi silang pendapat di anggota Komisi III DPR-RI selaku mitra kerja KPK.
Mereka yang menolak beralasan bahwa gedung KPK baru bisa dibangun apabila status lembaga ini sudah dipermanenkan. “Artinya kita harus merevisi lebih dahulu UU nomor 30 tahun 2002 soal KPK,” kata Sudding.
Di sisi lain ada juga yang menolak pembangunan gedung KPK dengan alasan keterbatasan anggaran. Menurut Sudding saat ini ada setidaknya empat mitra kerja Komisi III (BNN, Komnas Anak, BNPT, dan DPD) yang meminta gedung baru. Dalam hal itu Komisi III lebih melihat pada sisi urgensitas sebelum memutuskan untuk menyetujui atau menolak.
“Kami melihat kebutuhannya mendesak atau tidak,” ujar Sudding
Terkait pernyataan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto yang mengatakan akan meminta dana dari rakyat bila pembangunan gedung KPK tak disetujui DPR, Sudding menyatakan agar KPK bersabar.
Menurutnya anggaran pembangunan gedung sebesar Rp 166 miliar tidaklah sedikit. Sebagai lembaga negara tidak semestinya KPK meminta uang dari rakyat.
“Jangan membangun opini seolah-olah KPK adalah LSM,” katanya.