REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 400 sejarawan dari berbagai belahan dunia akan berkumpul di Solo 2-6 Juli, dalam acara Konferensi "International Associations of Historian of Asia" (IAHA) ke-22, untuk membahas sejarah kawasan Asia.
"Terpilihnya Indonesia, khususnya Solo, menjadi tuan rumah Konferensi IAHA ini adalah bukti bahwa negara ini merupakan adidaya di bidang kebudayaan," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Indonesia dalam 22 kali Konferensi dua tahunan IAHA sudah tiga kali menjadi tuan rumah, yang pertama tahun 1974 di Yogyakarta dan 1998 di Jakarta. Sementara tema konferensi tahun ini adalah, "Remembering the Past, Experiencing the Present, Exploring the Future".
Meskipun membahas tentang sejarah Asia, beberapa sejarawan yang menjadi pemakalah dalam Konferensi IAHA juga berasal dari wilayah di luar benua tersebut, di antaranya adalah Belanda (lima pemakalah), Amerika Serikat (6), Potugal (1), Jerman (3), Kanada (1), Australia (3), Swedia (2), dan Inggris (1).
Wiendu berharap konferensi itu dapat berkembang menjadi benteng kebudayaan dan tidak hanya sekedar dialog sejarah.
Steering Committee Konferensi IAHA yang juga sejarawan senior Indonesia Taufik Abdullah, menjelaskan bahwa terdapat 11 sub tema yang akan dibahas.
"Salah satu sub tema yang menarik adalah,'Medical History and Healthcare'. Sejarawan kini tidak lagi hanya membahas persoalan politik masa lalu tetapi juga sejarah perkembangan dunia kedokteran di wilayah Asia," kata Taufik yang menjadi Presiden IAHA pada konferensi di Jakarta 1998 yang lalu.
Sub tema lain yang kemungkinan akan memicu perdebatan sengit di kalangan ilmuwan dalam prediksi Taufik adalah "Culture: Heritage of the Past, Trends in the Present" dan "Movement of the People in the Border Areas".
"Dalam dua sub tema itulah, sejarawan Indonesia mungkin akan berdebat dengan ilmuwan Malaysia mengenai klaim kebudayaan yang dilakukan negeri jiran terhadap warisan yang dianggap asli Indonesia," kata Taufik.
Salah satu perdebatan publik kontemporer mengenai status kepemilikan warisan tak benda adalah klaim Malaysia atas tarian Tor-Tor yang dianggap oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai asli Sumatera Utara.
Malaysia dalam Konferensi IAHA mengirim 45 pemakalah, sedangkan Indonesian 78 (terbanyak di antara peserta lainnya).
Total pemakalah yang akan menghadiri Konferensi ini adalah sebanyak 286 orang, sementara peminat yang mendaftar sampai saat ini 48 orang, dan undangan 56 orang.