REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Rusia tidak akan menghadiri pertemuan Sahabat Suriah di Paris, Prancis, Jumat (6/7). Pertemuan itu bertujuan untuk mengoordinasikan upaya Barat dan Arab untuk menghentikan kekerasan di negara itu, kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius.
"Rusia diundang. Tetapi mereka diketahui tidak ingin berpartisipasi, namun ini tidak mengejutkan," katanya kepada wartawan, seperti dilansir AFP yang dipantau Antara, Rabu (4/7). Rusia, sekutu tradisional Suriah, dan Cina tidak hadir dalam pertemuan kelompok itu sebelumnya.
Pertemuan Paris akan menjadi pertemuan ketiga setelah satu di Tunis pada Februari dan satu lagi pada April di Istanbul, yang menyerukan tindakan lebih keras terhadap rezim Bashar al-Assad. Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Jerman, dan Arab Saudi serta Qatar memimpin anggota Sahabat Suriah yang beranggotakan lebih dari 60 negara, termasuk sebagian besar negara Uni Eropa dan banyak negara yang membentuk Liga Arab.
Rusia telah berada di bawah tekanan terus menerus dari Barat yang secara terbuka menyerukan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mundur di tengah konflik tiada akhir yang diklaim telah menewaskan 15.000 orang, tetapi Moskow menolak pemaksakan setiap solusi di luar.
Kemarin, Moskow menuduh Barat berusaha untuk mengubah kesepakatan yang dicapai akhir pekan lalu di Jenewa mengenai rencana untuk transisi politik mengakhiri konflik. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, memuji kesepakatan itu berdasarkan proposal oleh Utusan PBB Kofi Annan, namun sudah memprediksi apa yang bakal dikeluarkan dalam kesepakatannya.
Pernyataannya muncul setelah juru bicara Annan mengatakan kepada wartawan bahwa pergeseran posisi Rusia dan sekutunya, Cina, di Jenewa tidak boleh dianggap remeh.