REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perusahaan tambang asing asal Inggris, Churchill Mining menggugat pemerintah Indonesia. Terkait hal itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) mengaku masih menunggu Surat Keputusan Khusus (SKK) Presiden.
Namun, Kejagung mengaku siap jika ditugaskan untuk membebaskan Indonesia dari ancaman denda sebesar 2 militar dolar AS. "Sampai saat ini kami belum menerima SKK," jelas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, ST Burhanudin, di Jakarta, Jumat (6/7).
Dia menyatakan permasalahan ini masih diurus Jaksa Agung dengan Presiden. Pihaknya hanya menunggu perintah dan langkah-langkah yang harus ditempuh sesuai komando dari Jaksa Agung.
Pemerintah belum mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Kejaksaan Agung untuk menjadi jaksa pengacara negara (JPN) dalam menghadapi gugatan arbitrase perusahaan tambang Churcill Mining di International Centre for Settlement of Investment Disputed (ICSID).
Churcill merupakan perusahaan tambang dari Inggris yang mengeksplorasi batu bara sejak tahun 2008 di daerah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Perusahaan yang listing di bursa Inggris sejak 2005 itu menggugat pemerintah pada 22 Mei 2012 lalu. Dalam gugatannya, Churcill menyebut Pemerintah Provinsi Kaltim menyita aset miliknya tanpa kompensasi yang layak. Alasannya, tempat eksplorasi Churcill berada di hutan produksi dan tidak memiliki izin eksplorasi Menteri Kehutanan di kawasan itu.
Letak kasus antara perusahaan pertambangan asing dengan pemerintah Indonesia itu berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Churcill menilai ada alasan kuat mengapa harus lakukan tindakan yang diadukan. Tapi versi Churchill Mining, mereka menganggap diri mereka yang benar. Lalu dibawalah ke pengadilan internasional untuk sebuah arbitrase.
Churchill Mining Plc, mengadukan Bupati Kutai Timur, Presiden Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM, dan BKPN. Gugatan diajukan terkait dengan pencabutan izin Kuasa Pertambangan empat perusahaan yang diklaim sebagai milik Churchill Mining Plc. Churcill menuntut Republik Indonesia sebesar US$2 miliar.