REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - "Festival Budaya Jogja Apeman Ruwahan Malioboro" yang digelar 11-14 Juli diisi dengan berbagai kegiatan budaya. Dari kegiatan itu, di antaranya pameran lukisan dan instalasi, karawitan, lukisan, sastra Mataram, kirab budaya tradisional, pertunjukan hadroh, band anak muda berupa musik pop-rock, dan lain-lain.
Menurut Ketua Panitia, Imam Rastanagara, kegiatan ini untuk yang ketiga kalinya diselenggarakan oleh COMA (Community of Malioboro) dengan bermodalkan kesadaran terhadap tradisi budaya bangsa. Tak ada bantuan serupiah pun dari instansi terkait, kata dia, kecuali dalam bentuk tempat kegiatan.
Pameran lukisan dan instalasi dibuka tanggal 11 Juli di Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) DIY di Malioboro oleh seniman nonakademis, Seniman Musik Sujud Kendang dan Pembuat Wayang Kancil Mbah Lejar. Koordinator Perupa, Sindu Cutter, mengatakan pameran perupa diikuti oleh 48 seniman dari ISI dan nonakademis.
Selanjutnya tanggal 14 Juli digelar kirab budaya yang membawa 2012 Apem yang dilengkapi dengan ketan dan kolak yang dibuat dalam bentuk golong-gilig. Apem itu sebagai simbol toleransi. Kirab dimulai dari Depan Disparda Malioboro sampai ke pintu gerbang Kepatihan (red. kantor Gubernur DIY) dan akan diperebutkan.
''Apem ini sebagai simbol atau slogan anti kekerasan dan toleransi dan untuk menunjukkan bahwa Yogyakarta berhati nyaman, antikekerasan. Oleh para komunitas Malioboro, apem ini mempunyai dua arti, yakni sebuah bentuk makanan dan juga singkatan dari apresiasi perupa, pemusik, pematung Malionoro,'' jelas dia.
Di samping itu, dalam kirab budaya juga akan diusung tumpeng sayuran organik, seperti kacang panjang, umbi-umbian, wortel, dan lain-lain. Tumpeng sayuran organik ini dikembangkan oleh petani muda yang dulunya hidup di Malioboro.