REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai ada kejanggalan dalam daftar penerima dana hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung yang tertuang dalam Peraturan Walikota (Perwal) No 110 Tahun 2012. Kejanggalan itu tampak pada penerima hibah.
"Baru sekilas saja saya membaca Perwal itu dan sudah terlihat banyak kejanggalannya," kata Spesialis Kerja Sama Nasional KPK, Nanang Farid Syam, ketika berbicara dalam diskusi "Dana Hibah: Korupsi dan Politik" yang diselenggarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kota Bandung di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Senin (9/7).
Penerima hibah dalam Perwal tersebut mendapat dana sebesar Rp 2 miliar. Jumlah hibah tersebut, menurut dia, sangat fantastis dan melebihi nilai kepatutan untuk diberikan kepada kelompok mahasiswa. "Itu terlalu besar nominalnya," ujarnya.
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011 yang mengatur tentang penyaluran dana hibah dan bantuan sosial, lanjut Nanang,telah mengatur bahwa pemberian dana tersebut harus berdasar pada asas kemanfaatan, keadilan, kepatutan, serta kewajaran. Selain itu, diatur juga bahwa pemberian dana tersebut tidak bersifat mengikat dan tidak secara terus- menerus.
Namun, Ketua Badan Pengurus Pusat Pengembangan Informasi Publik (P2IP), Surya Wijaya, mengungkapkan dana hibah Pemkot Bandung juga digunakan untuk membayar honorarium guru honorer. Para guru itu dititipkan pada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai penerima dana hibah sebesar Rp 50 miliar.
"Juga terdapat lembaga penerima dana hibah yang pengurusnya adalah istri walikota dan istri sekretaris daerah, seperti Gerakan sejuta bunga Kota Bandung senilai Rp 71,4 juta dan tim penggerak PKK Kota Bandung sebesar Rp 630 juta yang ketuanya adalah istri walikota Bandung, Nani Dada Rosada," tutur Surya.
Menurut Surya, P2IP saat ini masih melakukan investigasi terhadap penerima dana hibah Pemkot Bandung sebesar Rp 435 miliar dari tahun anggaran 2012. Dari beberapa penelusuran yang telah dilakukan P2IP, Surya mengatakan, sudah ditemukan penerima fiktif, seperti sebuah gerakan pemuda yang menggunakan alamat Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan, Bandung.