Selasa 10 Jul 2012 16:23 WIB

Tarekat Khalwatiyah, Bertahan dari Tekanan Penjajah (1)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: classess.colgate.edu
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Umumnya, nama sebuah tarekat sufi diambil dari nama sang pendiri. Seperti Tarekat Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani atau Tarekat Naqsyabandiyah dari Muhammad Bahauddin Naqsyabandi.

Namun, Tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata 'khalwat' yang artinya menyendiri untuk merenung.

Secara nasab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar As-Suhrawardi Al-Baghdadi (539-632 H).

Menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, ajaran Tarekat Khalwatiyah pertama kali muncul di wilayah Asia Tengah pada abad ke-15 M, yakni saat Dinasti Usmaniyah berkuasa.

Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Meskipun dalam perkembangannya, mengalami saat-saat kemandekan, kemunduran, dan kebangkitan kembali.

Kebangkitan kembali Khalwatiyah diprakarsai oleh Musthafa ibn Kamal Al-Din Al-Bakri (1688-1748 M). Al-Bakri merupakan seorang penyair sufi asal Damaskus, Suriah, yang menjalani hampir seluruh kehidupannya di Yerusalem. Ia mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin Al-Halabi.

Musthafa Al-Bakri sejak kecil dikenal sebagai seorang zahid yang cerdas. Dalam salah satu bukunya, ia menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kehidupan sebatangkara. Kedua orang tuanya bercerai saat ia berusia dua tahun. Ia kemudian tinggal bersama ayahnya setelah ibunya menikah lagi.

Semasa hidupnya, Al-Bakri senang bepergian, terutama ke negeri-negeri di kawasan Timur Tengah. Hal itu ia lakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Ia pun belajar pada guru-guru yang berilmu tinggi. Beberapa tempat yang pernah ia kunjungi adalah Palestina, Tripoli, Makkah, Baghdad, Basrah, dan Mesir.

Khalwatiyah mengalami perkembagan pesat di Mesir ketika dipimpin oleh murid Al-Bakri, Muhammad ibn Salim Al-Hifni (1689-1768). Pada pertengahan abad ke-18 M, Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk seribu menara itu. Selama lebih dari delapan puluh tahun (1757-1838), kedudukan Syekh Al-Azhar dipangku oleh penganut Khalwatiyah.

Dengan diilhami oleh Al-Bakri, Al-Hifni menjadikan Khalwatiyah di Mesir sebagai tarekat yang berorientasi syariat. Ia juga berusaha merangkul semua kalangan, tidak hanya para ulama terkemuka, tetapi juga orang kebanyakan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement