REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, berpendapat bahwa penanganan perkara terdakwa Sugiharto Wiharjo alias Alay, Komisaris Utama Bank Perkreditan Rakyat Tripanca, seharusnya dapat dijadikan satu. Hal ini dapat dilakukan, kata dia, meskipun korbannya banyak.
"Harusnya jangan dijadikan 'split' atau berkas jangan terpisah, sehingga hukumannya tidak berulang-ulang karena bisa melanggar HAM," kata Yusril, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan Sugiharto alias Alay, di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, di Bandarlampung, kemarin.
Menurut dia, seharusnya kejaksaan memberlakukan pemeriksaan yang adil dan benar, apalagi dalam perkara ini terdakwa Alay turut serta dalam kasus ini. "Mestinya mereka diadili satu kali, bukannya berbeda, meskipun yang menyimpan di BPR Tripanca bukan hanya bupati saja," kata dia lagi.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kohar, menjelaskan bahwa terdakwa Sugiharto alias Alay bersama dengan Satono selaku Bupati Lampung Timur periode 2005-2010 (dilakukan penuntutan secara terpisah), pada September 2005 sampai Oktober 2008 telah melakukan tindak pidana korupsi.
Pada sidang yang dipimpin Ketua majelis hakim Teguh Hariyanto, berdasarkan ketentuan yang ada, maka Pengadilan Negeri Tanjungkarang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Terdakwa dituduh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dan menyalahgunakan kewenangan. Tindakannya dapat merugikan keuangan negara.