REPUBLIKA.CO.ID, Serangan demi serangan yang dilancarkan para orientalis itu mengundang keprihatinan Abd El Rahman Badawi.
Filsuf eksistensialis Mesir dan dunia Arab di era modern itu lalu menulis kitab yang secara khusus mengkaji fakta-fakta penulisan sejarah Rasulullah di kalangan sejarawan Eropa yang salah.
Kitabnya itu diberi judul Difa' An Muhammad Dhiddal Mutaqishin Min Qadrihi. Sebuah kitab yang berisikan tentang bantahan atas fitnah yang ditujukan kepada Rasulullah SAW.
Kitab ini merupakan entri poin untuk mengkaji sebuah kitab berjudul Al-Ilmiyyah, kajian khusus tentang biografi Rasulullah dan ditulis oleh para orientalis.
Kitab Difa' An Muhammad tidak ditulis berdasarkan rentang waktu. Sanggahan-sanggahan yang disampaikan Badawi disusun secara acak berdasarkan tingkat kebutuhan persoalan yang memerlukan pembahasan lebih cepat.
Misalnya saja, pembahasan tentang posisi Rasulullah dengan keyakinan Nasrani, sikap politik Rasulullah terhadap Yahudi dan masyarakat Arab kala itu.
Badawi melakukan sanggahan juga terhadap tulisan miring terkait syiar agama, yaitu shalat, haji, puasa, dan zakat. Berikut kebenaran surat-surat yang pernah dikirimkan Rasulullah ke sejumlah pemimpin negara saat itu.
Zakat bukan sosialis
Judul itu diambil dari hasil telaah yang dilakukan oleh orientalis asal Belanda, Snouck Hurgronje, terhadap buku yang ditulis oleh Herbert Graham pada 1892. Dalam bukunya tersebut, Herbert berpendapat bahwa mendudukkan Islam pada dasarnya tak perlu berkaca kepada konsep dan ajaran yang ditawarkan agama sebelumnya.
Menurut dia, cukup posisikan kemunculan Islam sebagai sebuah usaha untuk memperbaiki sistem komunisme yang telah merajai sikap dan pola pikir masyarakat kala itu. Tuntutan zakat, sedekah, dan infak merupakan bentuk usaha untuk mengurangi kesenjangan antara miskin dan kaya. Dan jurang antara miskin dan kaya kala itu di Makkah sangat kentara.
Karenanya, menurut Herbert, kehadiran ideologi yang ditawarkan Rasulullah tak lebih dari paham sosialis yang menghendaki pemerataan dan kesetaraan. Menurut Hurgronje, pernyataan Herbert itu mudah terbantahkan. Jika memang zakat merupakan bentuk perlawanan terhadap komunsime, mengapa ajakan yang diturunkan pertama kali kepada masyarakat bukan untuk mengikis kesetaraan itu.
Tetapi, Rasulullah menekankan tentang keyakinan terhadap Allah dan hari akhir dan perbaikan moralitas, serta berbagai bentuk pelanggaran sistem dan etika di masyarakat Makkah dan Arab pada masa itu. Hurgronje mengatakan, menambahkan zakat yang diberlakukan di Makkah tidak hanya berlaku lazimnya pajak bagi hartawan, tetapi juga bentuk pemberian cuma-cuma bagi fakir miskin.