REPUBLIKA.CO.ID, Zakat sendiri baru diberlakukan wajib tahun kedua Hijriah ketika sudah berada di Madinah. Di awal dakwahnya, Rasulullah tidak fokus menawarkan zakat di Makkah. Badawi sepakat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurgronje.
Menurut Badawi, sejak diutus pertama kali, Rasulullah memulai dakwahnya dengan menyebarkan tauhid, beribadah kepada Allah dan memercayai hari akhir.
Konsep ajaran yang didakwahkan tidak hanya mencakup sisi akidah, tetapi juga agama yang di bawahnya adalah sebuah sistem dan tata hidup yang integral.
Islam, kata dia, mengajarkan pula moralitas dan jalan hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang digariskan oleh Allah. “Zakat awalnya pun tidak bersifat wajib bagi orang kaya. Ketika itu, zakat adalah amalan yang bersifat sunah, tidak memiliki unsur sanksi bagi mereka yang tak menunaikannya.”
Badawi menegaskan, Islam dan sosialisme adalah dua hal yang berbeda. Sebab, sosialisme menafikan batas antara wilayah publik dan personal. Sosialisme tidak hanya menghilangkan hak-hak individu, tetapi juga komunitas kecil seperti keluarga ataupun lembaga.
Menurut sosialisme, masyarakat dan kepentingan umum mesti didahulukan. Keberadaan individu tak lebih sekadar perantara untuk kepentingan tersebut. Sebaliknya, justru Islam memandang individu memiliki peran dan haknya masing-masing. Alquran tidak menafikan keberadaan golongan-golongan dalam masyarakat.
Perbedaan status sosial dalam masyarakat diakui sebagai sebuah keniscayaan. Allah SWT berfirman, "Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu." (QS. Al-An'am: 165).
Demikian pula, dalam Islam tidak ada pembatasan terhadap harta dan kepemilikan pribadi. Sebagian sahabat Nabi konon mempunyai kekayaan yang tak terhitung nilainya. Sahabat Nabi yang hartawan di antaranya ialah Abdurrahman bin 'Auf, Zaid bin Tsabit, dan Zubair bin Awwam.