REPUBLIKA.CO.ID, Dalam cuaca buruk itu, dua pipa pitot di sisi hidung pesawat yang mengumpulkan data tekanan udara (untuk mencari info kecepatan dan ketinggian terbang) membeku atau tersumbat oleh partikel es badai. Akibatnya, pembacaan data tekanan udarapun kacau sehingga komputer pengendali penerbangan menerima data yang berbeda-beda dari dua alat itu. Situasi ini membuat komputer pengendali penerbangan akhirnya melepaskan mode auto pilot sehingga Robert dan Bonin kini bertanggung jawab penuh atas kendali pesawat.
Pesawat Airbus A330 itu tak mengalami masalah teknis apapun selain malfungsi pada pembacaan data kecepatan terbang pesawat. Dalam buku Erreurs de Pilotage yang membahas kecelakaan itu, pilot Jean- Pierre Otelli menulis bahwa masalah seperti ini sebenarnya diajarkan kepada para pilot dalam simulator dan umumnya bisa ditangani dengan baik. Namun, Bonin mau pun Roberts ternyata belum pernah menerima pelatihan untuk mengatasi malfungsi indikator kecepatan terbang.
Mungkin karena kebingungan terhadap berbagai peristiwa yang dialami dari fenomena petir, turbulensi udara, serta kacaunya data kecepatan terbang, Bonin yang mengendalikan pesawat justru bertindak irasional dengan menarik tongkat kemudi yang menyebabkan hidung pesawat naik. Padahal, ketika data kecepatan terbang kacau, pilot yang ingin mempertahankan level ketinggian terbang biasanya menurunkan hidung pesawat untuk menambah kecepatan angin sehingga menambah gaya angkat, sekaligus prosedur untuk mencegah stall.
Pilot juga masih bisa mendapat data kecepatan terbangnya dengan melakukan cek silang dari indikator kecepatan darat (grounspeed), laju kenaikan ketinggian (rate of climb), atau dari setelan mesin. Saat kedua kopilot itu kebingungan, kapten pilot Marc Dubois akhirnya terjaga dan kembali masuk ke kokpit. Namun, saat itu pesawat sudah dalam kondisi deep stall dengan hidung terangkat ke atas, melaju ke depan dengan lambat, dan ke tinggian terbangnya me rosot drastis. Komputer penerbangan yang makin bingung pun kembali meneriakkan peringatan stall.
Bonin akhirnya menurunkan hidung pesawat untuk menambah kecepatan terbang, namun alarm stall justru kembali menyala, sebuah kontradiksi yang dikritik keras oleh asosiasi pilot karena membingungkan. Airbus menyatakan bahwa dalam situasi itu sikap pesawat sudah tak bisa lagi dipulihkan sehingga jatuh ke laut tanpa pilotnya sempat menyiarkan panggilan darurat.
Air France membela ketiga pilotnya dengan menyatakan bahwa mereka telah merespons informasi yang bertolak belakang dari sistem avionik pesawat serta kondisi pesawat yang bergetar kencang. ‘’Dalam situasi gawat itu, para kru dengan kompetensi kapten pilot dan dua kopilot, terus menerus menerbangkan pesawat sampai saat terakhir.’’