REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Tujuh diplomat Aljazair yang diculik oleh kelompok garis keras di Mali utara pada April telah dibebaskan, kata satu sumber keamanan Aljazair, Jumat.
"Mereka semua selamat dan akan segera pulang," kata sumber itu, dengan menambahkan bahwa ketujuh orang itu terdiri dari seorang konsul dan enam orang staf yang ditempatkan di Mali.
Belum ada konfirmasi segera mengenai pembebasan itu dari pemerintah Aljazair.
Aljazair berbagi perbatasan dengan Mali. Diplomat-diplomat itu mungkin menjadi sasaran karena pemerintah Aljazair melakukan perang panjang dengan gerilyawan muslim garis keras, termasuk cabang Al Qaida Afrika Utara di negara itu.
Pada April, pemerintah Aljazair mengatakan, diplomat-diplomatnya diculik di kota Gao, bagian dari kawasan luas di Mali utara yang saat itu dikuasai oleh separatis Tuareg, yang menghalau militer dalam pemberontakan yang diluncurkan pada Januari.
Pemberontakan tersebut sejak itu dibajak oleh gabungan dari kelompok-kelompok pejuang muslim lokal dan asing yang menguasai Mali utara, memberlakukan hukum Islam yang ketat dan menghancurkan makam-makam kuno Sufi di Timbuktu, yang diklasifikasi UNESCO sebagai lokasi warisan dunia.
Sejumlah negara Barat dan Afrika berusaha mengatasi krisis itu, sementara para politikus di Bamako, ibu kota Mali, terus bertikai mengenai bagaimana negara tersebut diperintah setelah kudeta mendongkel presiden pada Maret.
Pada 1 Juli, Mali mendesak PBB mengambil tindakan setelah kelompok garis keras menghancurkan tempat-tempat keramat di Timbuktu yang didaftar badan dunia itu sebagai kota yang terancam punah.
"Mali mendesak PBB mengambil langkah-langkah nyata untuk menghentikan kejahatan terhadap warisan budaya bangsa saya ini," kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Mali Fadima Diallo dalam pernyataan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, seperti dilaporkan AFP.
Dalam pidatonya pada pertemuan tahunan UNESCO di kota Saint Petersburg, Rusia, ia meminta dunia menunjukkan solidaritas dan mengutuk serangan-serangan pada akhir Juni itu.
Pidatonya yang emosional itu diakhiri dengan pernyataan, "Tuhan membantu Mali."
Kelompok muslim garis keras yang membawa beliung menghancurkan sejumlah makam ulama keramat dalam serangan yang dilakukan hanya beberapa hari setelah kota dagang kuno itu dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Dunia Terancam UNESCO.
Setelah pidato menteri Mali itu, pertemuan UNESCO dilanjutkan dengan pengheningan cipta untuk berduka-cita atas penghancuran tempat-tempat keramat itu oleh militan Ansar Dine, salah satu kelompok muslim garis keras yang menguasai wilayah utara Mali sejak kudeta di Bamako.
Kelompok garis keras tersebut menganggap tempat-tempat keramat itu sebagai musyrik dan menghancurkan tujuh makam dalam waktu dua hari saja.
Timbuktu, kota yang berpenduduk sekitar 50 ribu orang, adalah lokasi warisan dunia PBB dengan julukan "mutiara gurun".