REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eksekusi Putusan Pengadilan Tinggi terkait perampas kemerdekaan Irzen Octa akan digugat melalui sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/7). Eksekusi putusan kurungan penjara selama lima tahun itu dianggap melanggar hukum.
"Putusan itu belum berkekuatan hukum tetap, karena kita masih mengurus kasasi," jelas pengacara pihak perampas kemerdekaan Irzen Octa, Iwan Prayitno, di Jakarta.
Dia mengatakan jaksa seharusnya berpedoman kepada KUHAP yang menyatakan eksekusi putusan baru dilaksanakan jika sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta itu dinilainya belum berkekuatan hukum tetap, karena akan diproses lebih lanjut melalui kasasi.
"Kami tidak terima klien kami dijemput dan dibawa ke Lapas Cipinang untuk menjalani putusan tersebut," imbuhnya. Pihaknya berupaya untuk menggugat eksekusi tersebut karena dinilai cacat hukum.
Iwan menyatakan pada 14 Mei lalu kliennya, Donald Harris Bakara, Arief Lukman, dan Henry Waslington, divonis bersalah, sehingga harus menjalani kurungan penjara selama lima tahun. Mereka dijerat dengan pasal 333 ayat tiga tentang perampasan kemerdekaan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Salinan putusan itu baru diterimanya pada 18 Juni. Pada 26 Mei, sebelum putusan diterima, pihaknya sudah mengajukan kasasi terkait perkara yang melibatkan kliennya itu.
Irzen Octa adalah salah seorang nasabah pemegang kartu kredit Citibank yang tewas pada 29 Maret 2011 di kantor Citibank Jakarta di Gedung Menara Jamsostek karena diduga dianiaya oleh petugas lapangan PT Taketama Star Mandiri yang bergerak dibidang jasa penagihan.