REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG - Pakar politik, Zamzami A Karim, berpendapat, kekuatan politik yang dimiliki partai tidak menjamin dapat memenangkan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, pada pilkada 31 Oktober 2012.
"Banyak contoh dari hasil pilkada yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai peringatan bagi kandidat untuk lebih serius menghadapi pilkada, tanpa terlalu berharap lebih besar dari partai. Partai cenderung berfungsi sebagai perahu politik, sedangkan ketokohan figur yang bertarung pada pilkada yang menentukan kemenangan," kata Zamzami yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji.
Menurut dia, partai politik belum dapat membangun simpati publik. Mesin politik yang digerakkan pengurus partai pun kemungkinan sulit meraih suara mayoritas untuk kandidat tertentu.
Pemilih tidak hanya melihat ketokohan figur dari ketenaran, melainkan perbuatan figur tersebut. Calon wali kota dan wakil wali kota yang menang tentunya telah berbuat banyak untuk kepentingan masyarakat.
"Bukan karena pejabat publik, lantas dipilih oleh mayoritas pemilih. Pemilih cenderung memilih calon yang telah berbuat banyak," ujarnya.
Kondisi itu membuat sulit untuk memprediksi siapa calon wali kota dan wakil wali kota yang menonjol pada Pilkada Tanjungpinang tahun 2012, sebab kualifikasi masing-masing figur kurang menonjol. Kecuali terkait finansial, mungkin ada perbedaan diantara masing-masing kandidat, tetapi hal itu tidak masuk dalam variabel politik karena tidak mendidik masyarakat.
"Tidak adanya calon yang menonjol berpotensi menimbulkan pemilih yang pragmatis, tidak terikat ideologi, partai, etnis dan aliran-aliran. Akhirnya mereka terikat dengan keuntungan sesaat," katanya.
Kondisi itu membuat budaya politik di Tanjungpinang tidak mendidik. Hal itu merupakan resiko akibat calon-calon yang muncul tidak menonjol, karena kontribusinya untuk masyarakat belum terlihat.
Masyarakat jangan percaya dengan ucapan kandidat bahwa kekuasaan bertujuan untuk mengabdi. Kalimat itu, menurut dia, sudah basi, karena tanpa kekuasaan orang dapat berbuat kebaikan untuk orang lain.
"Kami hanya ingatkan dan berharap kekuasaan ini bukan tujuan akhir. Karena jika kekuasaan sebagai tujuan akhir, maka kandidat akan menghalalkan segala cara untuk mendapat kekuasaan," ujarnya.