Senin 16 Jul 2012 23:26 WIB

GP Ansor: NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Jimat

Logo GP Ansor
Logo GP Ansor

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Ketua Umum (Ketum) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nusron Wahid menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila adalah harga mati, serta tidak ada pertentangan antara Islam, kebangsaan, dan humanisme.

"Antara Islam, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika seharusnya berjalan seiring dan seirama untuk mewujudkan NKRI," kata Nusron Wahid di sela acara puncak peringatan Hari Lahir Ke-78 GP Ansor di Stadion Manahan Solo, Senin (16/7) malam.

Memperkokoh kebinekaan, kata dia, GP Ansor memandang bahwa tidaklah Indonesia bila tidak ada Sabang sampai Merauke. Tidaklah Indonesia bila ada orang Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

"Tidak Indonesia bila tidak ada Batak, Minang, Sunda, Jawa, Dayak, Bugis, Flores, dan Papua. Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika," katanya.

Hal tersebut, lanjut dia, sebagaimana dirumuskan para "founding fathers" negara ini yang di dalamnya terdapat para ulama besar Nahdlatul Ulama (NU).

Namun, kata dia, sayangnya seiring dengan berjalannya waktu banyak di antaranya menerima Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika begitu saja, dan tidak dijadikan pegangan dalam kebijakan publik.

"Kita lupa bagaimana para pendiri bangsa dahulu memutuskan ketiganya sebagai yang terbaik bagi Indonesia," katanya.

Di sisi lain, dia mengatakan, dengan memanfaatkan demokrasi, ada kelompok dan daerah yang justru secara terang-terangan melakukan aktivitas dan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan.

Oleh karena itu, GP Ansor memandang bahwa Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan 'jimat' yang harus dirawat.

Umat Islam Indonesia haruslah yang memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia yang tidak memaksakan kehendak dan kebenaran Islam. Dengan cara mematikan dan memaksakan kehendak pendapat kepada orang lain.

"Kita tidak memerangi radikalisme dengan cara yang radikal, tetapi menyampaikan, penyebaran, dan mengajarkan Islam yang toleran, serta menghargai perbedaan," katanya.

Oleh karena itu, GP Ansor mempunyai sikap amar makruf nahi mungkar harus dilaksanakan dengan cara tidak kekerasan yang cenderung bil mungkar.

Selain itu, GP Ansor juga harus senantiasa mengawal dan mengamalkan tradisi serta kultur Islam Nusantara sesuai dengan prinsip melestarikan nilai-nilai lama yang masih relevan dan menstranformasi nilai baru yang jauh lebih baik dan aktual.

Pada acara puncak Harlah Ke-78 GP Ansor tersebut juga dilakukan peresmian pembukaan 'The 1st International Islamic Financial Inclusion Summit (IFIS)' oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada IFIS tersebut diselenggarakan Expo Financial Inclusion yang diikuti 135 stan dan 'Internasional Conference' yang diikuti 221 peserta dari 14 negara, yakni Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Japang, Australia, Cina, Singapura, Malaysia, India, Palestina, Pakistan, Iran, Amerika Latin, dan tuan rumah Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement