REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Asisten pribadi mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati yang juga menjadi terdakwa dalam kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011, Sefa Yolanda, tidak tahu titipan untuk atasannya adalah uang tunai.
"Saya diberi titipan oleh Haris untuk ibu Wa Ode. Saya tidak tahu dan tidak berani tanya isinya, saya hanya berpikir bagaimana agar titipan itu aman," kata Sefa dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (17/7).
Haris Andi Surahman sendiri adalah penghubung tiga kabupaten di provinsi Aceh yaitu Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah disebut-sebut membutuhkan jasa Wa Ode untuk meloloskan DPID.
Wa Ode disebut-sebut menerima 'commitment fee' sebesar 6 persen dari alokasi tiga daerah tersebut yang masing-masing Rp 40 miliar, artinya mendapat Rp 6 miliar dengan rincian Rp 5,25 miliar untuk mengurus anggaran tiga kabupaten di Aceh dan Rp 750 juta untuk kabupaten Mihahasa.
Namun hakim anggota Pangeran Napitupulu mencecar Sefa karena pernyataannya terkait pemberian titipan yang disebutkan Sefa dalam amplop seperti 'goodie bag' itu dilakukan di Bank Mandiri cabang DPR. "Kalau dititipkan di bank, apalagi isinya kalau bukan uang?," tanya hakim Pangeran.
Sefa mengaku, saat itu bank sudah mau tutup jadi ia langsung membawa titipan ke apartemen Permata, tempat Wa Ode dan dirinya tinggal dan baru dibuka beberapa hari kemudian saat Wa Ode pulang dan akhirnya diketahui bahwa isi titipan itu adalah uang.
Ia mengaku beberapa kali menerima titipan dari Haris dan tetap tidak mengetahui isinya hingga akhirnya dibuka oleh Wa Ode. Sefa pun mengaku dimarahi oleh Wa Ode karena menerima titipan tersebut dan meminta agar dirinya tidak lagi menerima barang bila belum dapat menghubungi Wa Ode.
Sefa mengemukakan bahwa setiap menerima titipan dari Haris ia juga menandatangani buku kecil sebagai tanda terima. "Dia (Haris) hanya minta saya tanda tangan. Saya sampaikan bahwa saya tidak berani tanda tangan tanpa seizin Wa Ode. Namun Haris mengatakan bahwa Wa Ode sudah tahu," kata Sefa sambil terisak.
Ia juga mengaku menandatangani buku kecil yang kosong tanpa ada nominal uang. "Haris itu teman ibu, jadi saya berpikir positif saja," ujar Sefa.
Wa Ode, menurut Sefa, selanjutnya meminta dia untuk mengembalikan uang tersebut. Tempat pengembalian uang adalah di Bank Mandiri cabang DPR dengan Wa Ode yang mengatur waktu pertemuan dengan Haris.
Hakim kembali mencecar Sefa yang kerap menjawab tidak ingat saat ditanya kapan dan berapa uang yang diterima serta dikembalikan ke Haris. "Keterangan yang tidak jujur dan ada kecenderungan untuk membantu atasan dapat dituntut," kata Pangeran mengingatkan.
Dalam sidang Sefa juga menarik keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dipersiapkan jaksa penuntut umum KPK karena mengaku saat diperiksa dirinya dalam keadaan tertekan menjelang hari pernikahan.
Selain Sefa, jaksa penuntut umum yang dipimpin oleh Malino Pranduk menghadirkan Syarif Achmad yang disebut-sebut oleh Haris pada sidang pekan lalu sebagai suami Wa Ode sekaligus penghubung antara Haris dan Fadh El Fouz, tersangka lain dalam kasus tersebut.
"Saya bukan suami atau bekas suami Wa Ode dan saya juga tidak pernah dimintai untuk mengurus DPID," ungkap Syarif yang mengaku kenal dengan Wa Ode sejak 2008 di satu tempat karaoke di Sarinah Thamrin.
Untuk kasus ini, Wa Ode dijerat dengan pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Serta pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP.