REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Bursa saham Singapura (SGX), pada 10 Agustus mendatang, akan memperketat aturan perusahaan yang ingin melakukan penawaran saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO). Negara Merlion itu melakukannya demi memikat minat perusahaan- perusahaan besar lebih banyak melantai di bursa.
"Perusahaan-perusahaan berkapitalisasi pasar besar masih terlalu sedikit di SGX," kata Kepala Eksekutif SGX Bocker Magnus seperti dikutip dari AFP, Jumat (20/7). Jika saham-saham bluechip semakin banyak melakukan IPO di bursa Singapura, maka investor global akan lebih banyak melakukan transaksi perdagangan di SGX.
Singapura menerapkan aturan baru ini juga untuk mengantisipasi ledakan pasar saham Asia, khususnya Asia Tenggara (ASEAN) beberapa tahun mendatang. Pada 2020, 60 persen bursa saham di Asia diperkirakan menjadi sasaran pasar IPO global. Jumlah ini meningkat jauh dibanding 40 persen pada 2010.
Pengetatan aturan IPO, kata Bocker, akan memberikan kepercayaan lebih kepada investor-investor besar untuk berinvestasi di Singapura. Artinya, ada jaminan keamanan dan kenyamanan berinvestasi.
Berdasarkan aturan baru tersebut, SGX memberlakukan tiga syarat bagi perusahaan yang boleh melakukan IPO. Pertama, perusahaan yang bersangkutan telah beroperasi di Singapura minimal tiga tahun. Kedua, perusahaan yang akan IPO harus memiliki kapitalisasi pasar setidaknya 150 juta dolar Singapura. Ketiga, semua perusahaan yang IPO perdana, harga sahamnya ditentukan minimal 0,50 dolar Singapura per saham.