Sabtu 21 Jul 2012 13:33 WIB

Masih Banyak Pekerja Perkebunan Sawit Belum Ikut Jamsostek

Aktivitas di Perkebunan Sawit
Foto: Antara
Aktivitas di Perkebunan Sawit

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -Sebagian besar tenaga lepas pekerja perkebunan sawit di Kalimantan Selatan belum menjadi anggota perusahaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kondisi itu akibat terkendala status yang masih menjadi buruh lepas.

Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GAPKI) Cabang Kalimantan Selatan, Untung J Wiyono di Banjarmasin, Sabtu (21/7) mengatakan, masih cukup banyak karyawan perusahaan perkebunan terutama karyawan kontrak yang belum masuk Jamsostek.

"Detailnya saya tidak tahu pasti, karena tidak ada kewajiban perusahaan untuk melaporkan data karyawan yang masuk Jamsostek ke GAPKI, tapi masih cukup banyak karyawan yang belum mendapatkan perlindungan Jamsostek," katanya.

Saat ini, kata dia, perusahaan sawit di Kalsel mencapai 64 perusahaan dan baru 42 perusahaan yang menjadi anggota GAPKI. Namun demikian, kata dia, pihaknya akan terus mendorong agar perusahaan mengikutkan seluruhnya karyawannya menjadi anggota Jamsostek, selain memberikan jaminan kepada tenaga kerja juga akan meringankan perusahaan pada saat karyawannya sakit dan lainnya.

Tentang perubahan tarif iuran yang meningkat, kata Untung, pada dasarnya tidak masalah asalkan untuk kepentingan karyawan dan peningkatan sarana dan prasarana pelayanan agar lebih baik lagi. "Tentang perubahan tarif tersebut, saya belum tahu pasti, karena masih menunggu penjelasan dari Jamsostek melalui sosialisasi tentang pengaturan dasar hitungan iuran Jamsostek," kata usai pembukaan sosialisasi yang diselenggarakan PT Jamsostek di Hotel Palem.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah menerbitkan peraturan baru tentang Perubahan Kedelapan atas Peraturan Pemerintah No.14/1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Peraturan Pemerintah No.53/2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu tertanggal 23 April 2012.

Sebagaimana disampaikan Menakertrans Muhaimin Iskandar di beberapa media massa, sejak ditetapkan PP No. 14/1993 itu sampai kini belum pernah dilakukan perubahan terhadap dasar perhitungan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).

Iuran JPK yang sebelumnya maksimal Rp1 juta dari upah sebulan, kini diubah menjadi paling tinggi 2 kali PTKP-K1 (pendapatan tidak kena pajak keluarga dengan anak satu) per bulan. Jadi, lanjutnya, dengan kenaikan besaran iuran JPK itu maka manfaat jaminan itu akan mengalami peningkatan, di antaranya mencakup cuci darah, jantung, kanker, dan HIV/AIDS.

Peningkatan dimaksud akan diatur lebih lanjut melalui perubahan Permenakertrans No.12/2007 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran luran, Pembayaran Santunan dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement