REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu memeriksa Saiful Mujani, bos Saiful Mujani Research and Consulting, terkait kasus dugaan suap terhadap Bupati Buol, Amran Batalipu. Saiful diduga menerima dana dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Amran Batalipu.
Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, Saiful bisa terlibat dalam pusaran kasus ini. Jika, ia mengetahui uang pembayaran jasanya berasal dari hasil tindak pidana korupsi Amran.
"Dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang kan begitu, siapa yang menerima aliran dana dan ia tahu asalnya dari hasil tindak pidana korupsi, maka dia bisa dinyatakan terlibat pidana," kata Ade, Ahad (22/7).
Menurut Ade, diperiksanya Saiful harus menjadi pelajaran bagi konsultan dan lembaga survey politik lainnya. Yaitu, agar mereka tidak sembarangan menerima pesanan konsultasi dari calon peserta pemilu yang terindikasi tindak pidana korupsi. "Lembaga survey atau konsultan politik, jangan cuma masang tarif tinggi tapi tak tahu uang jasa mereka berasal dari korupsi," kata Ade.
Ade juga mengeritik lembaga survei dan konsultan politik selama ini. Mereka cenderung melakukan survei untuk mempengaruhi publik bukan untuk memberikan pendidikan politik kepada publik tentang siapa calon yang akan mereka pilih. "Apalagi kalau konsultan tahu uangnya dari hasil korupsi, pasti ada unsur pesanan dan mempengaruhi dalam metode survey mereka," katanya.
KPK, pada Rabu (17/7), memeriksa pengamat politik, Saiful Mujani, terkait kasus dugaan suap penerbitan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Pemilik perusahan jasa konsultan pendampingan politik, Saiful Mujani Research and Consulting itu diperiksa sebagai saksi.