REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wali kota non-aktif Semarang Soemarmo Hadi Saputro yang juga terdakwa kasus dugaan suap ke anggota DPRD Kota Semarang terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang 2011-2012 membantah tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya.
"Tidak ada kompromi sama sekali untuk anggota dewan (pertimbangan rakyat daerah) untuk mengubah APBD," kata Soemarno dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Ia juga membantah bahwa dirinya meminta agar Sekretaris Daerah Akhmat Zaenuri mengumpulkan para pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memberikan uang kepada anggota DPRD.
"Saya tidak tahu ada pemberian uang dari Sekda sebesar Rp 304 juta kepada anggota dewan, saya juga tidak pernah menitipkan uang ke Sekda untuk anggota dewan karena sangat bertolak belakang dengan hati saya," jelas Sumartono.
Namun ia mengakui menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Semarang bersama dengan empat ketua partai politik untuk membahas uang jatah partai pada 21 Oktober 2011.
Orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu adalah ketua Partai Gerinda Semarang Suharyanto, ketua Partai Golkar Semarang Agung Priyambodo, ketua Partai Keadilan Sejahtera Semarang Agung Budi Margono, mantan ketua Partai Demokrat Semarang Soemarmo, serta Sekda Akhmat Zaenuri.
"Namun saya pulang lebih awal sehingga tidak tahu hasil pertemuan tersebut, yang saya tahu pertemuan itu hanya membahas mengenai jatah partai dan saya juga tidak pernah menjanjikan membantu masing-masing pimpinan partai sebesar Rp 200 juta," tambah Soemarmo.
Ia mengaku baru mengetahui ada pemberian uang kepada anggota DPRD setelah KPK pada 24 November 2011 menangkap dua anggota DPRD Semarang yaitu Soemartono dan Agung Purno Sarjono serta Akhmat Zaenuri.
Menurut Zaenuri, Partai Demokrat kebagian jatah Rp 104 juta untuk 13 anggota DPRD, PDI Perjuangan mendapat Rp64 juta untuk delapan orang anggota, PAN memperoleh Rp48 juta enam orang anggota, Gerindra kebagian Rp 48 juta untuk enam orang anggota dan Golkar mendapat Rp 40 juta untuk lima orang anggota, namun masing-masing ketua partai mendapat tambahan Rp 200 juta.
Zaenuri sendiri telah divonis satu tahun enam bulan penjara dengan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Semarang.
Soemarmo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.