REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi kutu loncat bukan praktik yang baru terjadi di Indonesia. Fenomena politisi kutu loncat sudah ada sejak lama. "Ini (kutu loncat) merusak partai," kata Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana saat dihubungi Republika, Senin (23/7).
Sutan menerangkan tidak semua politisi yang berpindah partai bisa disebut kutu loncat. Seorang kutu loncat adalah orang yang sudah berpindah partai lebih dari satu kali. "Kalau baru satu kali pindah tak apalah. Bisa saja partai yang awal dia salah masuk," katanya.
Politisi kutu loncat menurut Sutan tercipta karena dua sebab utama. Pertama alasan posisi. Kedua alasan transaksional. Sutan menerangkan alasan posisi biasanya berlaku bagi para politisi yang tersingkir dari jabatan strategis partai lama.
Sedangkan alasan transaksional berlaku kepada politisi yang gampang tergoda oleh faktor jabatan dan ekonomi. "Dia pindah karena ada transaksi untuk posisi tertentu," ujarnya.
Menurut Sutan, Partai Demokrat selalu berhati-hati dalam menerima seorang kutu loncat. Partai misalnya akan mencari alasan rasional sebelum menerima politisi kutu loncat sebagai kader. "Kalau ada politisi yang pintar tapi tak mendapat tempat di partai ya kita terima," katanya.
Terkait kabar adanya sejumlah politisi Demokrat yang akan menyeberang ke "perahu" Nasional Demokrat, Sutan memastikan hal itu sampai saat ini tidak ada. Andaipun nanti terbukti, dia berjanji akan mengusulkan ke pengurus DPP untuk memecat yang bersangkutan.