Senin 23 Jul 2012 23:50 WIB

Takwil Mukhtalaf Al-Hadits, Menepis Kontradiksi Antarhadis (3-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Kitab (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Tsauban dan terdapat dalam beberapa buku hadis di antaranya Al-Ausath karya Ath-Thabrani.

Hadis itu berbunyi, “Letakkanlah pedang kalian di pundak, kemudian hancurkanlah lahan hijau mereka.”

Hadis lainnya yang disitir Khawarij adalah hadis riwayat Bukhari-Muslim yang menyatakan akan bertahan dari umat Muhammad sekelompok orang yang teguh memegang yang hak dan tidak terpengaruh oleh perbedaan pandang mereka yang berseberangan.

Jika dikorelasikan dengan inti pembahasan kitab itu, yakni memaparkan dan mencari benang merah antarhadis yang dikesankan kontradiktif, agaknya kurang tepat sasaran. Barangkali Ibnu Qutaibah hendak memberikan gambaran tentang latar belakang penulisan karyanya itu.

Bisa jadi benar, karena secara jelas Ibnu Qutaibah menceritakan motif dan sebab yang menggerakkannya menulis kitab Takwil Mukhtalaf Al-Hadits. Dipaparkan Ibnu Qutaibah, tujuan penulisan kitab bukan dimaksudkan untuk membantah pendapat kaum zindiq ataupun pendusta ayat-ayat Allah.

Fokus utama Ibnu Qutaibah adalah memberikan bantahan kepada kalangan yang menuduh makna hadis saling kontradiksi dan tidak konsisten. Hadis-hadis tersebut tidak bisa diterima oleh logika dan akal sehat.

“Telah aku kaji pernyataan para ahli kalam dan aku temukan mereka mengatakan tentang Allah sesuatu yang tidak mereka ketahui. Mereka sebarkan kepada manusia apa yang tidak mereka kuasai,” ujar Ibnu Qutaibah dalam mukadimah kitabnya.

Terlepas dari catatan-catatan penting tersebut, kitab yang ditulis Ibnu Qutaibah adalah persembahan berharga bagi bidang studi kajian hadis, terutama memberikan penjelasan tentang ragam hadis yang dikonotasikan saling bertentangan satu sama lain.

Ibnu Shalah menilai kontribusi Ibnu Qutaibah dalam disiplin ilmu hadis itu sangat berharga. Betapa tidak, kehadiran kitab itu sangat tepat, sebab saat itu belum ada ahli hadis yang mempunyai kemampuan dan kompetensi sempurna untuk melakukan kajian seperti itu secara ilmiah dan metodologis.

Kehadiran kitab itu juga dinilai tepat lantaran kajian hadis belum mencapai puncak kematangan seperti masa Khatib Al-Bahgdadi atau Ibnu Shalah. Tak heran, jika persembahan Ibnu Qutaibah itu mendapat posisi tersendiri sebagai rujukan penting mendalami hadis.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement