Selasa 24 Jul 2012 13:16 WIB

Fatwa Qardhawi: Hukum Puasa Bagi Orang Sakit (2-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
 Pasien di Rumah Sakit.
Foto: Antara/Jafkhairi
Pasien di Rumah Sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, Bukan hanya orang sakit, orang sehat pun yang khawatir jatuh sakit apabila ia berpuasa, boleh berbuka puasa. la boleh berbuka puasa sebagaimana orang sakit yang khawatir penyakitnya bertambah parah jika ia berpuasa.

Hal ini dapat diketahui dengan salah satu dari dua cara, yaitu dengan pengalaman pribadi atau dengan hasil pemeriksaan dokter Muslim yang terpercaya.

Bila dokter memberitahukan kepada si sakit bahwa berpuasa baginya akan menimbulkan mudharat, ia boleh berbuka puasa.

Bagaimana jika orang sakit memaksakan diri berpuasa, padahal ia boleh tidak berpuasa? Dalam hal ini ia telah melakukan sesuatu yang dibenci agama karena menimbulkan mudharat pada dirinya, meninggalkan keringanan yang diberikan Rabb-nya, dan tidak menerima rukhshah-Nya.

Puasanya sendiri memang sah, tetapi jika terwujud mudharat karena ia berpuasa berarti ia telah melakukan perbuatan haram. Sebab, Allah tidak memerlukan orang yang menyiksa dirinya sendiri.

Kemudian, bolehkah orang yang sakit bersedekah untuk menggantikan hari-hari yang ia tidak berpuasa karena sakit?

Orang yang sedang sakit mempunyai dua kemungkinan: pertama, penyakit yang kemungkinan masih ada harapan untuk disembuhkan. Dan kedua, penyakit yang kemungkinan tidak ada harapan untuk disembuhkan.

Bagi orang yang terkena penyakit kelompok pertama tidak perlu membayar fidyah dan sedekah, tetapi wajib mengqadha puasanya sebagaimana firman Allah, “... maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Jika tidak berpuasa selama satu bulan, ia wajib mengqadha satu bulan. Jika tidak berpuasa satu hari, ia wajib mengqadha satu hari. Dan jika tidak berpuasa selama beberapa hari, ia wajib mengqadha sebanyak hari-hari itu ketika Allah telah memberinya kesehatan dan kesempatan. Inilah hukum yang berlaku mengenai sakit dalam waktu-waktu tertentu.

Adapun bagi orang yang terkena penyakit kelompok kedua, yakni penyakit yang kemungkinan besar tidak dapat disembuhkan, dihukumi seperti orang yang sudah lanjut usia. Hal ini dapat diketahui berdasarkan pengalaman yang bersangkutan dan pemeriksaan dokter.

Orang tersebut wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Sebagian imam, seperti Abu Hanifah memperbolehkan membayar fidyah dengan uang seharga makanan itu kepada orang-orang lemah, orang-orang fakir, atau yang membutuhkan.

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement