REPUBLIKA.CO.ID, Menurut Kamal, sang kolumnis, tradisi “hidangan Tuhan” di Mesir memiliki sejarah panjang. Ia menyebut, Al-Laits bin Sa’ad-lah yang menyebarkan tradisi itu. Ia adalah ahli fikih yang kaya dan hartawan.
Meskipun santapannya selama Ramadhan sangat sederhana, tetapi ia menyajikan menu terlezat bagi mereka yang berpuasa. Menu favorit yang disajikan kala itu ialah bubur, hingga terkenal dengan sebutan “bubur al-Laits”.
Ketika Ahmad Ibn Thulun mendirikan Dinasti Thulun pada 868 M-967 M, tepatnya pada tahun keempat masa pemerintahannya, ia mengumpulkan para jenderal, saudagar, dan tokoh-tokoh penting dalam jamuan pada hari pertama puasa.
Dalam pertemuan itu, ia menyerukan agar mereka berbagi atas keleluasaan harta yang mereka miliki terhadap para dhuafa dan golongan yang membutuhkan.
Sedangkan, pada era Dinasti Fatimiyah (909-1171 M) berdiri lembaga yang dikenal dengan sebutan Dar Al-Fithrah. Salah satu tokoh terkemuka yang aktif bergelut dan menghidupkan tradisi ini lewat lembaga itu ialah Amir Ibn Ad-Dharrat.
Ia memiliki tanah yang menghasilkan juataan dinar setiap tahunnya. Sebagian harta tersebut ia infakkan setiap Ramadhan dengan menyediakan hidangan yang panjangnya mencapai 500 meter.
Saat Khalifah Muiz Liddinillah berkuasa, ia memberikan hidangan berbuka bagi para orang yang berpuasa. Lokasinya dipusatkan di Masjid Amru bin Ash. Selama Ramadhan, ia mengeluarkan 1.100 jenis makanan dari istananya untuk dibagikan kepada para fakir miskin dan kaum dhuafa pada bulan suci ini.