Jumat 27 Jul 2012 05:46 WIB

Menyambung Rambut, Bolehkah?

Rep: Yusuf Assidiq/ Red: Heri Ruslan
Rambut
Foto: mybluemascara.blogspot.com
Rambut

REPUBLIKA.CO.ID, 'Rambut adalah mahkota wanita', demikian kata pepatah. Rambut menjadi elemen penting dalam mendukung penampilan seseorang, sehingga perawatan dan penataannya kerap menjadi perhatian utama sebagian kalangan, terlebih di zaman modern ini. 

Teknik perawatan dan penataan rambut terus dikembangkan. Tiap tahun, selalu ada tren baru. Ya, tata rambut bahkan telah menjadi bagian gaya hidup sehari-hari.  Nah, untuk memenuhi kebutuhan ini, kalangan pengusaha bidang kecantikan, menawarkan beragam teknik perawatan dan penataan rambut panjang. Salah satunya adalah teknik sambung rambut.

Peminatnya banyak. Ada yang menyambung rambut hanya untuk mempercantik penampilan, atau lantaran terkena kerontokan rambut. Dan kini, salon yang menawarkan jasa sambung rambut kian bertebaran.

Sejatinya, teknik sambung rambut sudah ada sejak zaman dahulu kala. Para Muslimah di zaman Nabi Muhammad SAW telah mengenal sambung rambut, dan banyak pula yang menerapkannya.  Di antara mereka menyambungnya memakai rambut manusia, atau ada pula yang dengan rambut (bulu) hewan.

 Karena semakin memasyarakat, Nabi SAW dan para sahabat pun sampai perlu membahas masalah ini secara khusus.  Terkait hal tersebut, para perawi terkemuka telah mencatatkan sejumlah hadis Nabi SAW. Ini sekaligus membuktikan begitu besar perhatian Rasul akhir zaman terhadap fenomena itu pada zamannya.

Rasulullah SAW pun segera melarang kaum wanita Muslimah untuk menyambung rambut mereka. Nabi bahkan menegaskan bahwa Allah SWT akan melaknat mereka yang melakukan perbuatan itu.  Dalam salah satu hadisnya, dari Asma RA bahwasanya ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah, ''Ya Rasulullah, sesungguhnya anakku yang perempuan terkena penyakit kulit lalu rontoklah rambutnya dan aku akan mengawinkannya, bolehkah kusambung rambutnya dengan rambut orang lain?''

Rasulullah bersabda, ''Allah melaknat orang yang menyambung rambut dan melaknat pula orang yang disambungkan.'' (Mutafaq'alaih)  Petunjuk untuk tidak menyambung rambut sangatlah jelas, sehingga para ulama, dan ahli fikih menyimpulkan haram hukumnya memakai teknik ini.

''Mempertebal rambut dengan menambahinya dengan rambut lain hukumnya haram,'' ujar Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam buku Fiqih Wanita.  Menurutnya, yang bisa disamakan dengan menyambungan rambut itu adalah pemakaian wig dan sanggul palsu. Ketentuan ini bersifat umum baik bagi wanita yang telah bersuami ataupun belum.

Pandangan yang sama juga diungkapkan Imam Malik, para ulama mazhab Hanafi dan lainnya. Mereka bersepakat menyambung rambut dilarang, baik memakai rambut, wol, ataupun sobekan kain.

Jabir RA berkata, ''Nabi SAW melarang wanita menyambung rambut kepalanya dengan apapun juga.'' Nabi bahkan mengingatkan, bahwa kaum Bani Israil binasa di kala kaum wanita mereka memakai rambut seperti itu (palsu).

Para ulama Syafi'i menambahkan, pelarangan menyambung rambut dengan rambut manusia, dikarenakan manusia termasuk dalam cakupan umum mengenai hadis-hadis mengenai masalah ini. Jadi memanfaatkan rambut manusia diharamkan demi kehormatan dan kemuliaan manusia itu sendiri.

Imam an-Nawawi dalam kitabnya yang populer Riyadlus Shalihin memandang upaya menyambung rambut dengan segala teknik dengan tujuan untuk mempercantik diri  sebagai perbuatan mengubah keaslian ciptaan Allah. Imam an-Nawawi menganggapnya sebagau perbuatan penipuan.

Umat juga dilarang menyambung rambut dengan rambut najis dari selain manusia, yaitu rambut bangkai dan rambut binatang yang haram dagingnya. ''Ini karena bercemara (menyambung rambut) dengan rambut jenis ini berarti dengan sengaja membawa najis,'' Ibrahim Muhammad menegaskan.

Terkait penyambungan dengan rambut selain rambut manusia, ada perbedaan pandangan di sebagian kalangan ulama. Ada ulama yang berpendapat jika wanita itu menyambung rambutnya dengan rambut suci dari selain manusia, hukumnya tetap haram jika wanita itu tidak bersuami.

Namun bila wanita itu bersuami, dan sudah ada izin dari suaminya, maka dibolehkan. Sebaliknya, jika tidak ada izin dari suami, maka haram hukumnya.  Berbeda dengan pandangan Imam Ahmad dan al-Laits, yang hanya mengharamkan pemakaian cemara dengan memakai rambut lagi.

Adapun selain itu tidaklah haram.  ''Karena berarti wanita itu mempercantik diri demi suaminya, tanpa melakukan hal-hal yang membahayakan dan bertentangan dengan agama,'' ungkap keduanya.

Contoh yang dikemukakan yakni penggunaan benang-benang sutera beraneka warna atau lainnya yang tidak menyerupai rambut. Muhammad Ibrahim menanggapi, ''Itu, ulama manapun sepakat tidak melarangnya, karena sebenarnya itu bukan cemara, melainkan perhiasan biasa.''

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement