REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus suap terhadap sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom adalah demi rasa keadilan masyarakat. JPU menegaskan, karena itulah kasus itu tidak dapat disebut daluwarsa (hilang hak untuk melakukan penuntutan).
"Tidak beralasan bila mengatakan bahwa dakwaan telah daluarwarsa karena nilai keadilan dan kemanfaatan haruslah dikedepankan dibanding nilai formalistik yang bisa berdampak pada terhambatnya proses tindak pidana korupsi yang sifatnya luar biasa dan cenderung merupakan kejahatan yang terorganisir," kata JPU Supardi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (27/7).
Sebelumnya kuasa hukum Miranda, Dodi S Abdulkadir mengatakan bahwa dakwaan terhadap kliennya dengan menggunakan pasal 13 UU Tipikor telah daluwarsa. Dia mengutip ketentuan KUHP yang mengatur daluwarsa, yaitu pasal 78 ayat 1 butir ke-2 disebutkan kewenangan penuntut pidana hapus karena daluwarsa mengenai kejahatan yang diancam pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun.
Artinya, kuasa hukum menganggap penerapan pasal 13 UU Tipikor untuk perkara pemberian cek pelawat kepada angggota DPR yang terjadi pada Juni 2004 telah daluwarsa pada Juni 2010 lalu. "Banyak masyarakat yang menanti dimulainya proses persidangan kelanjutan dari perkara pemberian cek pelawat Bank Internasional Indonesia ini," ungkap JPU.
JPU meminta keberatan ditolak pemeriksaan pidana dapat dilanjutkan. Sidang yang dipimpin oleh hakim Gusrizal tersebut akan dilanjutkan pada Selasa (31/7) dimulai pukul 09.00 WIB.