Jumat 27 Jul 2012 20:20 WIB

Al-Khusyuk fi As-Shalah, Risalah tentang Shalat Khusyuk (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Kitab (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ali bin Abi Thalib mengemukakan pandangannya tentang khusyuk. Pendapatnya itu disampaikan saat mengomentari Surah Al-Mukminun ayat 2. “(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya.”

Menurutnya, yang dimaksud dengan khusyuk adalah ketenangan yang berada dalam hati. Khusyuk akan menghindarkan seseorang dari perbuatan mengganggu orang yang shalat di sampingnya.

Khusyuk juga bisa terlihat karena yang bersangkutan tak akan mengalihkan pandangannya dan tak akan menoleh ke arah manapun, selain ke tempat sujudnya.

Sedangkan, menurut Ibnu Abbas, khusyuk yang dimaksud ayat tersebut diartikan sebagai sikap takut dan rasa ketenangan yang diperoleh seseorang ketika shalat. Namun, ketenangan dalam bersikap belum tentu cerminan dari kekhusyukan hati.

Bahkan, justru ketenangan itu bisa menggambarkan fakta sebaliknya, yaitu kekosongan hati. Keadaan inilah yang diwanti-wanti oleh para salaf. Mereka menyebut khusyuk kategori ini sebagai khusyuk nifaq, yaitu kekhusyukan palsu. Sebagian dari kalangan salaf meminta agar sikap tersebut dihindari.

Orang yang menampakkan kekhusyukan dalam shalat padahal sama sekali tidak ada ketentangan di hatinya, khusyuk yang ditunjukkan itu tiada bermakna dan tak berguna. Umar bin Khathab pernah menegur seorang remaja yang tengah melaksanakan shalat.

Tingkat ketajaman batin Umar dapat merasakan kepalsuan khusyuk yang dipertontonkan remaja tersebut. Ia lantas meminta agar si remaja mengangkat kepalanya dan mengatakan bahwa khusyuk itu hanya terdapat di hati.

Tingkatan khusyuk

Menurut Ibnu Rajab, tingkatan khusyuk itu ditentukan oleh seberapa kuat makrifat seseorang terhadap pencipta-Nya. Hal lain yang turut pula menentukan tingkatan itu adalah kesiapan hati itu sendiri untuk menerima sifat-sifat kekhusyukan.

Tingkatan khusyuk yang pertama, yaitu kekhusyukan yang muncul karena ia mengetahui persis bahwasanya Allah sangat dekat dengan hamba-Nya. Ia mengetahui hal-hal yang dirahasiakan dan tersembunyi dari setiap hamba. Kedekatan inilah yang dapat menghadirkan rasa malu dari hamba kepada Allah. Ia akan merasa diawasi di setiap pergerakan dan diamnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement