REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara perlu memiliki Strategy Petroleum Research (SPR) untuk mengamankan cadangan minyak mentahnya. Namun, kenyataannya, pemerintah belum memilikinya. Padahal, strategi itu dinilai mampu mengamankan kondisi minyak mentah di berbagai negara. Terutama negara yang memiliki ketergantungan impor minyak dunia.
Dalam SPR, negara perlu mengamankan cadangan minyak mentahnya jika tidak ada impor minyak negara masih memiliki minyak. "Berdasarkan referensi-referensi, SPR ini harus ada, karena di negara sekitar kita punya," kata anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldy, Senin (30/7).
Saat ini, pemerintah hanya memiliki cadangan distribusi minyak. Cadangan itu disimpan di dalam tanki untuk 22 hari. Sedangkan SPR adalah cadangan minyak mentah yang disimpan dalam tanah. Besarannya, menurut dia, sekitar 16 triliun nilainya. Cadangan ini untuk 90 hari. Dalam draf UU Migas, SPR ini juga belum ada.
Fungsi SPR ini, kata dia, dapat dikeluarkan sewaktu-waktu, jika tidak ada impor minyak ke Indonesia. Pemerintah sudah mewacanakan fungsi SPR ini ke Pertamina. Namun, karena fungsi ini tidak memiliki keuntungan, agak sulit melimpahkan tanggung jawab ini ke Pertamina.
Dijelaskannya, SPR murni untuk ketahanan energi nasional. Menurut Bobby, Pertamina bersedia menjalankan fungsi ini, jika ada fee-nya. "Pertamina maunya ini jadi tanggungjawab pemerintah," tambahnya. Karena itulah, DPR akan merevisi lagi draft UU Migas yang saat ini tengas dibahas di DPR.