REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR, Pramono Anung mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan aparat Brimob kepada masyarakat di Ogan Ilir. Menurut Pram, dalam setiap kekerasan yang terjadi antara aparat dan masyarakat korban jatuh selalu berasal dari anak-anak dan perempuan.
"Saya mengutuk peristiwa itu," kata Pramono, Senin (30/7), di kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta.
Pramono mendesak internal kepolisian dan Komnas HAM menginvestigasi kejadian yang sebenarnya. Menurut Pram, kekerasan yang terjadi di Ogan Ilir bisa dilakukan oknum kepolisian maupun masyarakat.
"Siapapun yang bersalah mesti dihukum berat," katanya.
Pram menyatakan investigasi menjadi penting untuk menunjukan siapa pihak yang mesti bertanggungjawab. Sebab berdasarkan informasi yang beredar, peristiwa itu terjadi lantaran ada provokasi dari pihak yang belum diketahui.
Peristiwa kekerasan di Ogan Ilir menurut Pram harus menjadi pengalaman berharga pemerintah dalam mengatur kebijakan agraria. Pram mengatakan, konflik agraria kerap terjadi lantaran rujukan Undang-Undang yang digunakan beranekaragam. Hal ini menurutnya membuat masyarakat maupun pemangku kebijakan memiliki cara pandang berbeda dalam upaya penyelesaian.
"Sudah saatnya pemerintah melibatkan masyarakat dalam penyelesaian konflik keagrariaan," ujarnya.
Bentrokan antara petani Kabupaten Ogan Ilir dengan polisi, Jumat (27/7) sore menyebabkan satu korban meninggal dunia dan lima terluka tembak. Keterangan mengenai korban insiden tersebut dipastikan oleh aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko.
Korban yang meningal dunia itu atas nama Angga Bin Darmawan (12). Sedangkan yang mengalami luka tembak ialah Jesika (16), Dut Binti Juni (30) Rusmin Bin Alimin dan dua perempuan lagi belum diketahui identitasnya dalam kondisi kritis, kata Hadi Jatmiko di Palembang, Jumat malam.