REPUBLIKA.CO.ID, Si pencuri memenuhi permintaan Zaid, dan memintanya untuk memanah simpul yang tengah.
Zaid membidikkan anak panah dan melepaskannya tepat mengenai sasaran. Si pencuri penasaran dan menunjuk dua simpul lainnya untuk dipanah.
Zaid pun segera melepaskan anak panah dan lagi-lagi tepat mengenai sasaran. Melihat kenyataan itu, si pencuri segera memasukkan anak panahnya dan menyerah.
Masih di atas kudanya, Zaid Al-Khail menghampiri si pencuri dan melucuti pedang dan panahnya.”Kamu naik di belakangku!” perintah Zaid pada si pencuri.
Setelah membonceng di belakangnya, Zaid bertanya, “Hukuman apa yang akan aku jatuhkan padamu?”
“Tentu hukuman berat,” jawab si pencuri.
“Mengapa demikian?” tanya Zaid lagi.
“Karena perbuatanku telah menyusahkan kamu. Allah memenangkan kamu dan mengalahkan aku,” jawab si pencuri.
Setelah berdialog panjang, si pencuri akhirnya menyadari bahwa yang saat ini memboncenginya itu adalah Zaid Al-Khail bin Muhalhil yang dikenal sebagai penawan yang baik.
Dalam perjalanan ke perkemahan, Zaid berkata kepada si pencuri, “Demi Allah, seandainya unta-unta ini milikku sendiri, sungguh akan kuberikan semuanya kepadamu. Tinggallah di kemahku dua atau tiga hari. Tak lama lagi akan terjadi peperangan di mana aku akan memperoleh harta rampasan.”
Ternyata benar yang dikatakan Zaid Al-Khail. Pada hari ketiga, ia menyerang Bani Numair dan memperoleh harta rampasan sebanyak seratus ekor unta. Unta rampasan itu diberikan kepada si pencuri. Itulah karakter Zaid Al-Khail pada masa jahiliyah.