REPUBLIKA.CO.ID, Berita tentang kenabian Muhammad SAW dengan agama yang dibawanya sampai ke telinga Zaid Al-Khail.
Satu delegasi besar yang terdiri dari para pemimpin kaum Thayi’, kaumnya Zaid Al-Khail, berangkat ke Yatsrib (Madinah) hendak menemui Rasulullah SAW. Mereka langsung menuju Masjid Nabawi, tempat Rasulullah mengajarkan Islam.
Melihat kedatangan mereka, Nabi SAW menyampaikan pidatonya kepada kaum Muslimin yang ada di masjid. “Aku lebih baik bagi Tuan-tuan daripada berhala Uzza dan sejumlah berhala yang tuan-tuan sembah. Aku lebih baik bagi Tuan-tuan daripada unta hitam dan daripada segala yang Tuan-tuan sembah selain Allah.”
Setelah Rasulullah SAW selesai berpidato, Zaid Al-Khail berdiri di antara jamaah kaum Muslimin, dan berkata, “Ya Muhammad, aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya engkau adalah Rasulullah.”
Rasulullah Saw menoleh ke arahnya, dan bertanya, “Siapa engkau?”
“Saya Zaid Al-Khail bin Muhalhil,” jawabnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Engkau Zaid Al-Khair, bukan Zaid Al-Khail. Segala puji bagi Allah yang membawa engkau ke sini dari kampungmu, dan melunakkan hatimau menerima Islam.”
Sejak itu, Zaid Al-Khail dikenal dengan Zaid Al-Khair. Rasulullah SAW membawanya ke rumah beliau didampingi Umar bin Khathab dan beberapa sahabat lainnya. Mereka membentuk majelis halaqah.
Pada kesempatan itu, Nabi SAW bersabda, “Belum pernah aku mengenal orang yang memiliki karakter seperti engkau, wahai Zaid. Dalam diri engkau terdapat dua sifat yang disukai Allah dan Rasul-Nya.”
"Apa itu, ya Rasulullah?” tanya Zaid.
Nabi SAW menjawab, “Sabar dan santun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menjadikanku memiliki sifat-sifat yang disukai Allah dan Rasul-Nya,” ujar Zaid.
Zaid berkata kepada Rasulullah, “Berilah saya tiga ratus penunggang kuda yang cekatan. Saya berjanji akan menyerang negeri Romawi dan mengambil negeri itu dari tangan mereka.”
Rasulullah SAW mengagumi cita-cita Zaid itu. Beliau berkata, “Alangkah besarnya cita-citamu, hai Zaid. Belum ada orang seperti engkau.”
Sebelum memenuhi cita-citanya itu, Allah berkehendak lain terhadap Zaid Al-Khair. Selama berada di Madinah, Zaid terkena wabah demam. Tubuhnya panas tinggi. Tak lama kemudian ia menghembuskan napasnya yang terakhir, menghadap Sang Khaliq.
Sedikit sekali waktu yang terluang baginya setelah ia masuk Islam, sehingga tidak ada peluang baginya untuk berbuat dosa. Zaid wafat tak lama setelah menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW.