Kamis 02 Aug 2012 06:39 WIB

Lawakan Acara Sahur Dinilai Melecehkan

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endah Hapsari
Sule
Sule

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA---Dalam suatu episode tayangan Opera Van Java (OVJ) Sahur Ramadhan di Trans 7, komedian Sule tampil dengan pakaian muslim, rambut dikuncir mengenakan kopiah dan anting di kuping kiri berperan sebagai ustaz memberikan ceramah agama dengan guyonan-guyonan yang diusahakan mengundang tawa.

Namun, agaknya tak semua pemirsa tertawa melihat lawakan itu. ''Konyol dan tidak lucu bagi umat,'' ujar Iskandar, seorang pemirsa.

Kekecewaan Iskandar pun berujung dengan aksi protes dengan mengirim surat ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Rabu (1/8). ''Mohon Sule dikasih peringatan,'' pinta Iskandar.

Guyonan Sule yang menyinggung itu merupakan satu dari sekian banyak laporan pemirsa yang merasa keberatan dan tersinggung dengan guyonan-guyonan berlebihan yang disajikan dalam program acara sahur di beberapa stasiun televisi. Untuk itu KPI akhirnya menegur dua program acara sahur, yakni Waktunya Kita Sahur (Trans TV) dan Kampung Sahur Bejo (RCTI).

Kedua program acara ini dipersoalkan karena menayangkan adegan melanggar norma kesopanan dan kesusilaan. Adegan guyonan mereka dinilai melecehkan orang dengan kondisi fisik tertentu atau orang dengan orientasi seks dan identitas gender tertentu. 

KPI telah menegur secara tertulis kepada dua stasiun televisi tersebut. Mereka dinilai melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3SPS) Tahun 2012. ''Biasanya yang sering jadi bahan ejekan orang yang pendek atau bergigi maju. Guyonan juga kerap tidak pantas dan tidak etis dalam ajaran agama,'' ujar Nina Mutmainnah, Komisioner Bidang Isi Siaran KPI di Jakarta.

Selain itu, kedua acara sahur tersebut juga melanggar norma kesopanan dan kesusilaan serta perlindungan hak anak. KPI menyertakan bentuk-bentuk pelanggaran yang mereka lakukan, sebagai bahan introspeksi. ''Jika pelanggaran seperti ini terjadi lagi setelah adanya teguran, KPI akan menjatuhkan sanksi atau memberhentikan siaran tersebut,'' tuturnya.

Nina menegaskan stasiun televisi harus memiliki kesadaran sensor internal untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam acara-acara yang ditayangkan. ''Kami bukan lembaga sensor jadi kami hanya dapat mengawasi, menegur, dan memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran,'' terangnya.

Nina menyarankan untuk komedian yang seringkali mendapat teguran sebaiknya siarannya bukan siaran langsung. ''Kalau kita lihat mayoritas live. Spontanitas dalam konteks bercanda potensinya pelanggarannya besar. Tapping jauh lebih aman. Saat ada yang melanggar tidak disiarkan atau di-edit. Perlu ditanyakan mengapa stasiun TV bertahan dengan siaran live?'' ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement