REPUBLIKA.CO.ID, KASHMIR – Pertikaian dan konflik yang tak kunjung selesai diabaikan Muslim Khasmir. Mereka lebih memilih untuk menyemarakkan Ramadhan.
Belakangan, berkeliling kampung sembari menabuh gendang atau dalam tradisi Khasmir disebut Sehar Khan kembali bergeliat kembali.
Seperti di Indonesia, Sehar Khan ini merupakan tradisi membangunkan sahur dengan menggunakan medium gendang atau bedug. "Setelah 13 tahun, saya memberanikan diri untuk keluar,” ungkap Abdul Ahad, seorang warga Khasmir seperti dikutip onislam.net, Kamis (2/8).
Sebelum adzan Subuh berkumandang, pria berusia 72 tahun ini, membangunkan warga dengan pukulan gendang penuh semangat. Menurut Abdul, tradisi Sehar Khan sempat menghilang lantaran konflik berkepanjangan.
Situasi saat itu sangat mengerikan. Bagi yang nekad menabuh gendang, bersiaplah terkena timah panas. "Kini, kami tidak lagi peduli dengan rasa takut," kata dia.
Sependapat dengan Abdul, Hajra Begum mengaku merindukan suasana sahur dengan bunyi gendang sebagai penyemarak. Dahulu, penabuh gendang ini begitu banyak hingga kadang warga merasa mengeluh lantaran terlalu bising.
Hajra menuturkan sebelum ada jam tangan, bunyi bedug merupakan penanda waktunya berpuasa. Itu berlaku baik di kota maupun desa. "Saya senang, bunyi itu kembali datang," ungkapnya.
Yang menarik, menabuh gendang selama Ramadhan telah menjadi profesi di kalangan Muslim Khasmir. Mereka berminat menjalani profesi ini demi mencukupi kebutuhan selama Ramadhan dan jelang Ramadhan.
Mohammed Rajab misalnya, memilih pekerjaan ini karena masalah keuangan. "Untuk satu bulan penuh saya akan menekuni pekerjaan ini. Harapannya, saya dapat merayakan Idul Fitri dengan keluarga saya," ujarnya.
Menurut Rajab, alasan lain untuk menekuni profesi ini adalah mencari pahala. Ia percaya, Allah akan memberikan pahala berlipat atas apa yang ia lakukan di usia senjanya. Ia tak akan berhenti, meski keluarganya berkali-kali memintanya untuk berhenti.