REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, pihaknya lebih dulu melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Tahun Anggaran 2011.
"Kami lebih dulu melakukan penyidikan maka instansi lain dapat membantu KPK agar penyidikan ini berjalan dengan lancar," kata Abraham di Jakarta, Kamis. Penyidikan terkait dengan adanya pertemuan antara pimpinan KPK dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo pada Selasa (31/7) yang menghasilkan kesepakatan "joint investigation" untuk kasus tersebut yaitu KPK akan membidik "high level" di kasus itu.
"Posisi instansi lain bekerja sama dan membantu, tidak ada rebutan perkara atau dipaksa berhenti tapi karena KPK lebih dulu menyidik, lembaga lain dapat turut serta," kata Abraham. Pernyataan tersebut, menurut Abraham, berdasarkan Undang-undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan ketika KPK sudah mulai melakukan penyidikan maka kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.
"Pasal itu bicara penyidikan, bukan penyelidikan. Kita sudah lakukan penyelidikan Januari 2012, kalau lihat urutannya, KPK duluan, seyogyanya institusi lain turut mendukung 100 persen," kata Abraham. Wakil KPK Bambang Widjojanto mengatakan bahwa KPK dan Polri telah berkoordinasi untuk mengungkapkan kasus itu.
"Setelah ekspose (gelar perkara), KPK berkesempatan bertemu Kapolri, itu komunikasi selanjutnya ketika penyidik berangkat ke Korlantas, juga berkoordinasi karena kasus yang kami tangani kebetulan melibatkan pejabat," kata Bambang.
Dalam surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) tertanggal 27 Juli, KPK telah menetapkan DS dan kawan-kawan sebagai tersangka. DS adalah Irjen Polisi Djoko Susilo, mantan Kepala Korlantas yang saat ini menjadi Gubernur Akademi Kepolisian.