Jumat 03 Aug 2012 16:27 WIB

Kemarau, Produksi Teh di Tasikmalaya Anjlok

Rep: Ghalih Huriarto/ Red: Hazliansyah
Kebun Teh  (Ilustrasi)
Foto: dok.Republika
Kebun Teh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Akibat kemarau panjang, produksi teh di Kecamatan Taraju dan Bojong Gambir, Kabupaten Tasikmalaya merosot tajam. Diperkirakan penurunan produksi mencapai 70 persen dari kondisi normal. Penurunan tersebut sudah terjadi sejak tiga bulan yang lalu.

Cuaca kering yang terjadi cukup panjang menyebabkan teh tidak dapat tumbuh sempurna. Seperti yang terjadi di sentra perkebunan teh Taraju dan Bojonggambir, tanaman teh terserang hama yang menyebabkan tanaman mengering dan hitam. Akibatnya daun pucuk teh mati dan menghambat pertumbuhan tanaman teh.

Mandor Perkebunan Teh Sambawa, Dadang mengatakan, cuaca yang buruk menyebabkan produksi teh semakin menurun. "Bahkan pada sore hari muncul kabut tebal yang mempengaruhi pertumbuhan pucuk teh. Akibatnya pucuk teh jadi gosong dan menghitam, sehingga tidak tumbuh tunas baru," ungkapnya, Jumat (3/8).

Imbas dari kerusakan tanaman teh tersebut, produksi teh menjadi merosot tajam. Seperti di Perkebunan Teh Sambawa, Kecamatan Taraju, dalam kondisi normal, satu blok kebun bisa menghasilkan 12 ton pucuk teh. Namun kali ini dalam satu blok maksimal hanya bisa menghasilkan 3 ton pucuk teh, itu pun sangat sulit.

Untuk mengatasi hama tersebut, tambah Dadang, pihaknya telah melalukan penyemprotan cairan pestisida. "Tapi, penyemprotan pestisida itu juga tidak berpengaruh banyak, tetap saja pucuk teh menghitam, bahkan tambah meluas," ujar Dadang.

Meski produksi menurun, namun harga teh di pasaran tetap normal. Satu kilogram teh dihargai Rp 1.800 dari masyarakat pemilik perkebunan ke bandar. Harga upah pemetik teh pun masih tetap, yaitu Rp 300 per Kg. "Hal ini tentu memberatkan, karena produksi sedikit tetapi harga tetap," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang bandar teh asal Bojonggambir, Dede (43) mengatakan penurunan produksi sangat terasa. Dirinya biasanya bisa mengumpulkan satu hingga dua ton per hari. "Tapi saat ini paling banyak cuma satu kuintal," ujarnya.

Perkebunan milik masyarakat lebih memprihatinkan. Kerusakan tanaman teh akibat hama, dibiarkan begitu saja, karena tidak mempunyai modal untuk membeli pestisida.

Akibatnya, masyarakat kesulitan untuk mengumpulkan pucuk teh, paling banyak sekitar 40 kg per hari. Padahal biasanya para pemilik kebun bisa mendapatkan pucuk teh hingga dua sampai tiga kuintal per hari.

"Berbeda dengan perkebunan besar, masyarakat tidak punya modal untuk beli pestisida," kata Dede.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement