REPUBLIKA.CO.ID, Akhirnya, ia sampai pada satu titik kejenuhan dan capek. Tak tahu mesti kemana lagi berobat. Di sinilah Luthy merasa mendapat hidayah.
Ia bertekad meninggalkan semua obat tidur, lalu berjuang menyembuhkan dirinya sendiri. Caranya, meningkatkan kepasrahan kepada Allah SWT. “Alhamdulillah, akhirnya saya bisa terlepas dari obat-obatan dan hidup pun lebih tenang.”
Majelis Taklim
Luthy kini terjun sebagai pengusaha di berbagai bidang, di antaranya melanjutkan usaha milik ayahnya, ekspedisi kapal laut di Pontianak, Kalimantan Barat. Ia juga mengoperasikan usaha sampingan, yaitu butik, salon, kafe dengan bendera Lusense.
Di kalangan sosialita dan selebritis namanya dikenal sebagai penjual tas-tas bermerek. Usaha sampingan itu dipusatkan di Jl KH Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan, yang di belinya 10 tahun lalu.
Bangunan megah di atas tanah seluas 800 meter persegi ini terdiri atas dua lantai. Aktivitas kegiatan usaha berada di lantai dasar. Bagaimana nasib lantai dua yang sangat luas tersebut?
Seorang sahabat mengusulkan agar lantai dua House of Lusense di gunakan untuk majelis taklim. Awalnya Luthy merasa tenang mengaji di rumah, daripada harus ke luar rumah. Makanya, ia sempat ogah-ogahan ketika diajak mengaji ke tempat lain. Pikirannya tersebut berubah.
Saat sedang membaca Alquran tersirat kata “al-Hafidz”. Nama itu sangat berkesan dan akhirnya menerima usulan tersebut. Kini, kata tersebut digunakan sebagai nama Majelis Taklim Al-Hafidz yang bermarkas di lantai dua House of Lusense.
Kegiatan rutin Majelis Taklim Al-Hafidz ialah berupa pengajian. Acara itu digelar tiap Jumat pagi. Jamaahnya berasal dari teman-teman dekat. Jumlah mereka terus bertambah. Totalnya kini mencapai 400 orang.
Mereka datang dari berbagai kalangan di sekitar Jakarta, Depok, Bekasi, hingga Tangerang. “Saya bersyukur akhirnya bisa menyediakan tempat Majelis Taklim seperti ini. Siapa pun yang mau belajar, mencari ilmu silakan bergabung,” ujar penyuka semua warna ini.