REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Badan Angaran DPR Tamsil Linrung mengakui bahwa Banggar memiliki kode-kode tertentu dalam penyusunan anggaran.
"Pada prinsipnya ada kode untuk memudahkan sekaligus menunjukkan mana usulan daerah dari kelompok fraksi atau kelompok komisi," kata Tamsil dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Tamsil menjadi saksi untuk terdakwa Wa Ode Nurhayati dalam kasus suap sebesar Rp6 miliar untuk alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tiga kabupaten di Aceh yaitu Bener Meriah, Aceh Besar dan Pidie Jaya tahun anggaran 2011.
"Kode bisa berupa huruf atau warna untuk menandai usulan dari anggota Banggar, jadi bisa memudahkan kalau usulan tidak sesuai kriteria. Tapi pada prinsipnya usulan dari pribadi anggota Bangar harus melalui kelompok fraksi atau kelompok komisi," ungkap Tamsil.
Selain usulan dari anggota Banggar, menurut Tamsil, pemerintah daerah kabupaten juga dapat mengajukan agar dapat memperoleh DPID asalkan sesuai dengan kriteria.
"Setelah diusulkan, pemerintah membahas dengan DPR, kriterianya bila ada daerah dengan kemampuan sangat rendah dapat alokasi tertinggi yaitu Rp40 miliar, daerah dengan kemampuan rendah Rp30 miliar dan daerah berkemampuan sedang Rp25 miliar sedangkan kemampuan daerah tinggi tidak dapat," jelas Tamsil.
DPID dengan nilai total Rp 7,7 triliun tersebut, menurut Tamsil, merupakan dana hasil optimalisasi untuk percepatan infrastruktur daerah dan lebih mirip Dana Alokasi Khusus (DAK). Hanya DPID tidak memakai dana pendamping karena daerah dengan kemampuan sangat rendah tidak bisa menyiapkan dana pendamping.
Tamsil selaku pimpinan panitia kerja transfer daerah berwenang membahas DPID, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil mengaku selalu hadir dalam pembahasan rapat.
Namun besaran DPID sudah ditentukan pada 25 Oktober melalui sidang paripurna tapi masih diverifikasi oleh Banggar dan Kementerian Keuangan.
"Wa Ode tidak pernah mengusulkan tiga nama daerah di Aceh. Ia hanya menyampaikan agar memberikan perhatian kepada daerah pemekaran termasuk daerah pemilihannya di Sulawesi Tenggara," tutur Tamsil.
Wakil Ketua DPR Pramono Anung di gedung KPK mengatakan bahwa penerapan kode dalam Banggar tidak dibenarkan. "Tidak benar bahwa ada kode-kode dalam dokumen Banggar, saya berulang kali terbuka minta agar Banggar direformasi mengenai kewenangan mereka," ungkap Pramono.
Pada sidang sebelumnya, saksi Fadh El Fouz mengaku dihubungi oleh orang dari tiga kabupaten di Aceh yang mengatakan bahwa ketiga kabupaten itu sudah diurus oleh anggota Banggar lain. "Saya dihubungi orang daerah dan mengatakan bahwa sebenarnya kabupaten Aceh Besar dan Bener Meriah diurus oleh Mirwan Amir sedangkan kabupaten Pidie Jaya adalah bagian Tamsil Linrung, dan saya diminta untuk tidak mengaku-ngaku," ungkap Fadh.