REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Urbanus Hurek berpendapat ada tiga faktor penyebab yang memicu rendahnya partisipasi politik rakyat dalam setiap momentum pemilihan umum.
Penyebab pertama, kata Hurek di Kupang, Rabu, figur pemimpin yang diajukan dalam suatu pesta demokrasi kurang berkenan di hati pemilih.
Penyebab kedua pemilih mulai jenuh dengan proses demokrasi lima tahunan yang tidak membawa perubahan bagi kehidupan rakyat.
Penyebab ketiga, tambahnya, pemilihan umum (Pilkada, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden) tidak lagi dipandang rakyat pemilih sebagai sesuatu yang prioritas atau sangat diperlukan dalam membangun kehidupannya sehari-hari.
Hal yang hampir senada juga disampaikan pengamat politik dari Universitas Muhamadiyah Kupang Ahmad Atang.
Ia menilai faktor penyebab rendahnya partisipasi politik dalam setiap momentum pemilu karena adanya pemahaman bahwa memilih adalah sebuah hak dan bukan kewajiban.
"Karena memilih bukan sebuah hak maka bisa digunakan dan bisa juga tidak digunakan karena tidak ada konsekuensi hukum dan moral politik bagi mereka yang tidak memilih," kata pembantu Rektor I UMK itu.
Faktor lain adalah masyarakat terjebak dalam rutinitas ekonomi membuat pilihan politik bukan menjadi prioritas sehingga mempengaruhui cara pandang mereka terhadap politik.
Faktor lain yang ikut berandil adalah politik itu adalah persepsi seseorang terhadap obyek yakni figur, program dan kepentingan.
"Jika obyek tersebut dipersepsikan secara negatif maka secara otomatis masyarakat pemilih tidak akan menggunakan hak politiknya," kata Atang.
Ia menambahkan jika persepsi seorang figur dan juga program itu positif, pasti orang pasti akan memilih.
"Dalam kondisi seperti ini, kita tidak bisa mempersalahkan orang mengapa tidak menggunakan hak politik, karena memilih bukan kewajiban dan ada hal yang lebih penting seperti rutinitas ekonomi yang harus mereka jalani, bukan berpolitik," demikian Ahmad Atang.