Lubb, Sumber Cahaya Tauhid
Lalu, di manakah kedudukan lubb? Menurut ulama yang belajar hadis di Nisaphur pada 285 H itu, lubbadalah “ruh” dari batin seseorang. Ia adalah puncak tertinggi.
Segala bentuk cahaya akan bermuara ke sana. Apa pun jenis cahanya, tidak akan pernah membaik tanpa kesalehan dan kelurusan lubb.
Lubb adalah sumber cahaya tauhid dan cahaya kesaksiaan. Dengan lubb itulah maka hakikat purifikasi (tajdrid) dan pengagungan (tamjid) akan terealisasi.
Lubb ialah “otak” yang dibenamkan di bumi tauhid, yang tanahnya terdiri dari cahaya pengesaan dan disirami selalu dengan air lembut dari laut pengagungan.
Tiap aliran nadinya terpenuhi dengan cahaya keyakinan dan Allahlah yang mengurus perkembangannya secara langsung. Bahtera itu dilindungi benteng kokoh dan dipatri di masa azalinya, abadi untuk selamanya.
Terdiri dari dua kata yang saling mengkristalkan maknanya, lam dan ba’. Diawali dengan lam seperti lam dalam kata lathaf yang berarti kelembutan dan diakhiri dengan huruf ba’. Ini seperti pemulaan huruf ba’ dalam kata birr (kebaikan) dan selalu dalam keberkahan sebagaimana kata barakah.
Lubb hanya akan dimiliki oleh ahli iman. Mereka adalah hamba-hamba Allah terpilih yang mendedikasikan penuh hidup mereka untuk taat kepada-Nya. Mereka berpaling dari nafsu dan dunia lantas menutupinya dengan baju ketakwaan. Allah memberi julukan kepada mereka ulil albab.
Demikian juga pujian-pujian yang diberikan Allah untuk mereka. Hal itu di antaranya termasuk dalam QS al-Maidah:100, al-Baqarah:197 dan 269, al-An’aam: 90, Ibrahim: 52, dan Shaad: 29.
Jadi, menurut Al-Hakim, shadr adalah pangkal dari cahaya Islam, qalb merupakan muara cahaya iman, dan fuad adalah lentera cahaya makrifat. Puncaknya adalah lubb yang merangkum kesemuanya ke dalam cahaya tauhid.