REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Memberi pelajaran terhadap teroris yang telah melakukan dua kali serangan di Sinai, Mesir akhirnya meluncurkan serangan di area perbatasan dengan Israel tesebut pada Rabu. Serangan itu menewaskan lebih dari 20 tersangka teroris. Aksi itu sekaligus menandai operasi militer terbesar Mesir di Sinai sejak Perang Yom Kipur pada 1973.
Serangan udara langsung siaga dan diluncurkan dari kota SHeikh Zouaid menyusul kematian 16 tentara penjaga perbatasan pada serangan Ahad lalu. Insiden pada Ahad itu sebagian ditudingkan kepada teroris asal Palestina.
Sejumlah saksi di Sheikh Zouaid yang terletak 10 kilometer dari Gaza menyatakan mereka melihat dua jet tempur dan mendengar suara ledakan. Sementara saksi lain yang dekat dengan area itu mengaku melihat tiga mobil meledak dihantam dari udara.
Serangan itu dilakukan tak lama setelah terjadi bentrok antara para pria bertopeng bersenjata dengan pasukan keamanan Mesir di beberapa titik pengamanan dan pos perbatasan di Sinai.
Pada Rabu dini hari, beberapa pria bersenjata menembaki beberapa pos perbatasan di el-Arish dekat kota Rafah yang berbatasan dengan Israel.
Menanggapi operasi militer di Mesir, Kepala Biro Keamanan Diplomatik Kementrian Luar Negeri, Mayor Jenderal Amos Gilad, Rabu (8/8) menyatakan mendukung dengan alasan aksi itu diambil untuk membasmi terorisme di Sinai.
Gilda menegaskan Mesir berdaulat penuh atas Sinai dan tidak memerlukan kordinasi dengan Israel terkait operasi tersebut. "Apa yang kami lihat di Mesir ialah pemerintahan yang kuat, marah dan berkehendak kuat serta langkah tentara untuk menjaga dan menertibakan kawasan Sinai, karena itu ialah tanggung jawab mereka sepenuhnya," ujarnya.