REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status tersangka bagi penerima dan pemberi suap dalam kasus suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Namun, KPK diminta untuk tidak berpuas diri dulu.
"Dengan penetapan status tersangka untuk pemberi dan penerima, bukannya sudah cukup. Masih ada directing mind (pengelola kasus) atau aktor intelektualnya pada kasus ini," kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PuSAKO) Universitas Andalas, Feri Amsari kepada Republika, Rabu (8/8).
Feri menjelaskan, seorang aktor intelektual dalam suatu kasus biasanya tak terlibat secara langsung dalam kasus korupsi. Namun, ia bisa mengambil keuntungan dari kasus korupsi tersebut.
Sebagai contoh, dalam kasus suap cek pelawat, KPK sudah menindak para penerima, perantaranya. Namun, KPK belum bisa mengungkap siapa penyandang dana yang mengambil keuntungan dari suap cek pelawat yang memenangkan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 itu.
Terkait kasus suap Buol, Feri menggambarkan Hartati berasal dari partai politik. Dalam sebuah kasus korupsi itu melibatkan pihak politisi suatu partai politik. Maka, aktor intelektual itu di balik politisi itu tak akan melepaskan pengaruh politiknya di suatu daerah atau suatu kasus korupsi di daerah.
"Nggak mungkin lah kasus korupsi terkait politisi, maka pengaruh partainya dilepaskan begitu saja," kata Feri.
Karena itu, Feri mengingatkan kepada KPK agar tak melupakan directing mind atau aktor intelektualnya. Namun, Feri mengakui bahwa untuk mengungkap mereka bukan pekerjaan yang mudah bagi KPK. "Ya karena directing mind atau aktor intelektual ini keterlibatannya sulit dibuktikan. Dia terlibat tapi tak secara langsung," kata Feri.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan pemilik PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Siti Hartati Murdaya sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Ia diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal yang digunakan itu, Hartati terancam dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun.
"Pasal yang disangkakan terhadap SHM yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (8/8).
Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan status tersangka untuk penerima suapnya yaitu Bupati Buol Amran Batalipu. Selain itu, KPK juga telah menetapkan status tersangak untuk pemberi suap lainnya yaitu Yani Anshori dan Gondo Sudjono di mana keduanya merupakan anak buah Hartati.