Kamis 09 Aug 2012 14:12 WIB

Fatwa Qardhawi: Benarkah Manusia Khalifah Allah di Bumi? (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ada sebuah teori yang belakangan ini muncul di dunia intelektual muslim yang mengingkari bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi.

Pendapat tersebut mengatakan bahwa manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi itu diambil dari teori al-hulul (Allah berinkarnasi pada manusia), teori al-ittihad (bersatunya Allah dengan makhluk), teori al-quthub dan al-ghauts (bahwa alam ini diatur oleh kabinet wali di bawah pimpinan Wali Quthub atau Ghauts) yang datang dari kalangan sufi ekstrem.

Apakah memang benar demikian? Apakah hal ini termasuk menafikan Islam jika kita mengatakan bahwa manusia itu khalifah Allah di muka bumi? Apakah Ide kekhalifahan manusia di bumi itu dapat diterima oleh ad-din?

Syekh Yusuf Qardhawi menanggapi hal ini yang cukup memiliki kedudukan yang sagat penting dalam pemikiran Islam klasik dan modern. Hal itu karena tema ini berkaitan dengan kedudukan manusia menurut pandangan Islam dan penentuan derajatnya di alam semesta.

Topik ini merupakan ajang pembicaraan para mutakallim (ahli ilmu kalam), ahli filsafat, ahli tafsir, dan ahli tasawuf dalam berbagai kesempatan, sebagaimana yang terjadi pada zaman sekarang ini di kalangan ulama, budayawan, dan pemerhati masalah keislaman.

Hal ini juga menjadikan sebagian orientalis yang fanatik yang sengaja menghembus-hembuskan racun dalam masalah ini, dengan menyadap beberapa kalimat, untuk melontarkan tuduhan bahwa Islam merendahkan kedudukan manusia.

Qardhawi mengatakan, istilah "manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi” ini bukanlah ciptaan budayawan Islam modern dan bukan pula ciptaan golongan sufi yang ekstrem. Tetapi istilah ini diriwayatkan dari tokoh-tokoh mufasir (ahli tafsir) dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudah mereka.

Istilah ini merupakan salah satu pendapat dari dua atau dari berbagai pendapat mengenai makna "khilafah” dalam firman Allah Ta’ala, ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.”(QS. Al-Baqarah: 30).

Mengenai ini kitab-kitab tafsir klasik ataupun modern hampir tidak ada yang tidak menyebutnya. Seperti dari kitab tafsir klasik berikut:

Pertama, apa yang dikemukakan oleh Ibnul Jauzi dalam tafsirnya. Dia menyebutkan dua pendapat mengenai makna kekhalifahan Bani Adam. Yaitu, mereka (manusia) sebagai khalifah (pengganti) Allah dalam melaksanakan syariat-Nya, menegakkan tauhid-Nya, dan memberlakukan hukum di antara makhluknya. Inilah pendapat Ibnu Mas’ud.

 

Kedua, apa yang dikatakan oleh lmam Ar-Razi, dan ini merupakan pendapat yang kedua, yaitu bahwa Allah menyebutnya khalifah, karena ia menggantikan/mewakili Allah untuk memberlakukan hukum diantara orang-orang mukallaf. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan As-Sadi.

sumber : Fatawa Al-Qardhawi
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement