REPUBLIKA.CO.ID, Sedangkan Abu Bakar RA, meskipun ia sebagai kepala pemerintahan, dia memiliki akidah yang kuat dan beliau ingin agar akidahnya selamat dari kotoran dan penyelewengan.
Kedudukannya yang istimewa yang tidak dimiliki kaum muslim lainnya sebagai Khalifah Allah justru membuat beliau khawatir akan diagung-agungkan secara berlebihan sebagaimana yang biasa diberlakukan terhadap para penguasa.
Karena itu dia menolaknya. Ia menganggap sudah cukup bahwa dia sebagai khalifah Rasulullah SAW. Maka dia berkata, "Cukuplah yang demikian itu bagiku."
Disebutkan pula dalam suatu riwayat bahwa salah seorang penyair pernah berkata kepada Abu Bakar, "Wahai Khalifah Tuhan Yang Rahman. Kami adalah orang-orang yang tulus. Kami bersujud pada waktu pagi dan petang hari. Kami adalah bangsa Arab asli. Kami tahu ada hak Allah pada harta kami. Hak zakat sebagaimana ditetapkan dalam wahyu yang diturunkan Ilahi.”
“Kita tidak tahu apakah untaian kalimat ini sampai kepada Abu Bakar atau tidak, tetapi yang jelas diucapkan pada zaman beliau. Dan tidak ada berita yang sampai kepada kita bahwa ada seseorang dari kalangan sahabat yang mengingkarinya,” kata Qardhawi.
Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwa ungkapan Abu Bakar itu bukan merupakan nash yang mengingkari khilafah Allah yang umum kepada semua manusia, karena kalimat itu diucapkan dalam situasi tertentu dan untuk tujuan tertentu pula.
Di samping itu, yang sama dengan ini ialah apa yang diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa dia mengingkari Muawiyah yang memberi istilah harta perbendaharaan Islam dengan "harta Allah" (maalullah), dan dia meminta agar menyebutnya dengan "harta kaum muslim” (maalul muslimin). Padahal, menyandarkan harta kepada Allah Ta'ala itu juga terdapat dalam Alquranul Karim,
"... dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu... ” (QS. An-Nur: 33).
Namun begitu, istilah "harta Allah” dikhawatirkan menjadikan seorang penguasa menganggap enteng hak jamaah terhadap harta, sehingga ia dengan seenaknya menggunakan harta tersebut dengan tujuan bukan untuk kemaslahatan kaum muslim sebagai pemilik harta itu yang sebenarnya.
Yang dia maksudkan di sini ialah bahwa ungkapan itu adakalanya boleh dipergunakan, tetapi dengan pengungkapan yang rasional, yang tidak boleh dipergunakan pada keadaan tertentu.