REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Iran menjadi tuan rumah pertemuan 29 negara yang berencana membahas konflik Suriah pada Kamis (9/8). Pertemuan itu bertujuan menghentikan pertumpahan darah dan meningkatkan peran Teheran sebagai pialang perdamaian bagi Suriah.
Menteri Luar Negeri Ali Akbar Salehi, seperti disiarkan televisi nasional pemerintah, membuka pertemuan itu dengan menyerukan "dialog nasional antara oposisi Suriah, yang mendapat dukungan banyak pihak, dan pemerintah Suriah untuk menciptakan ketenangan dan keamanan." Ia menambahkan kalau Iran siap menjadi tuan rumah untuk dialog tersebut.
Salehi juga menyatakan Iran menentang campur tangan asing juga militer dalam menyelesaikan kemelut Suriah dan mendukung upaya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.
Ia menyatakan Iran telah mengirim bantuan kemanusiaan ke Suriah untuk menebus hukuman antarbangsa terhadap Damaskus. Hukuman itu menurutnya bukan untuk kepentingan rakyat Suriah dan justru menambah penderitaan mereka.
Iran menyatakan tidak mengundang Barat dan negara teluk Arab pada pertemuan Teheran. Pasalnya mereka dianggap telah memberikan dukungan ketentaraan bagi pemberontakan berdarah hampir 17 bulan itu untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar al Assad.
Media pemerintah menyatakan menteri luar negeri Irak, Pakistan dan Zimbabwe hadir. Sejumlah diplomat tingkat bawah, sebagian besar duta besar, mewakili negara undangan lain juga ikut serta.
Negara negara itu, kata Salehi, adalah Afghanistan, Aljazair, Armenia, Benin, Belarusia, China, Kuba, Ekuador, Georgia, India, Indonesia, Yordania, Kazakstan, Kirgizstan, Maladewa, Mauritania, Nikaragua, Oman, Rusia, Srilanka, Sudan, Tajikistan, Tunisia, Turkmenistan dan Venezuela. Wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa juga hadir.
Kuwait dan Libanon, yang juga diundang, sebelum pertemuan itu telah menyatakan absen dan tidak akan mengirim wakil mereka.