Jumat 10 Aug 2012 19:29 WIB

Muslimah Terlilit Utang, Wajibkah Zakat? (2-habis)

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Chairul Akhmad
Zakat maal (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Zakat maal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Kewajiban zakat terkait dengan nisab, dan itu telah terpenuhi. Sedangkan utang berkorelasi dengan tanggungan, bukan harta yang saat itu telah ia kantongi.

Dalam pandangan Mazhab Hambali, keberadaan utang menggugurkan kewajiban zakat mal pada jenis kekayaan emas, perak, dan hasil perdagangan. Ini adalah salah satu riwayat dari Ahmad. Imam Malik juga berpendapat demikian, termasuk Tsauri, Awza’i, Ishaq, dan Hanafi.

Kelompok ini berpegang pada pernyataan Utsman bin Affan. Dalam pidatonya itu, ia menegaskan bahwa kewajiban Ramadhan telah berlaku dengan datangnya Ramadhan. Maka itu, hendaknya tiap-tiap orang menghitung kekayaannya.

Bila ia memiliki utang, kalkulasikan dengan total harta yang dimiliki. Jumlahkan, ada berapa sisanya. Pembayaran utang dikategorikan dalam kebutuhan pokok.

Sedangkan jika ia termasuk harta kekayaan yang tampak, seperti peternakan dan pertanian, menurut Imam Ahmad, bisa menggugurkan zakat selama mengurangi kadar nisab. Ini seperti dikuatkan oleh sejumlah ulama salaf, di antaranya Atha’, Hasan Al-Bashri, Sulaiman bin Yasar, Maimun bini Mahran, dan Nakha’i.

Riwayat dari Ahmad yang lain menyebut, utang tidak menghalangi kewajiban zakat, baik zakat harta benda maupun pertanian. Riwayat Ahmad ketiga menyatakan, utang tidak menggugurkan kewajiban zakat untuk kasus harta kekayaan yang tampak, kecuali pertanian dan perkebunan. Dua jenis zakat ini, selama ada utang, bisa terhalang zakat.

Menurut Mazhab Hanafi, apa pun jenis dan peruntukan utangnya, tetap dapat menggugurkan kewajiban berzakat dengan segala ketentuannya. Kecuali dalam kasus zakat pertanian dan perkebunan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement